Sengketa Pilpres, Gugatan Anies-Ganjar Tak Sepenuhnya Salah Kamar

Kuasa Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan di sidang sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis, 28/3/2024. I M.Hafid/Forum Keadilan
Kuasa Hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan di sidang sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis, 28/3/2024. I M.Hafid/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Kuasa hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan berpendapat bahwa permohonan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD ke Mahkamah Konstitusi (MK) salah kamar.

Namun, tudingan salah kamar tersebut dinilai tak sepenuhnya benar. Sebab, baik di kubu AMIN maupun Ganjar-Mahfud terdapat orang yang paham akan kewenangan MK.

Bacaan Lainnya

Dalam sidang sengketa pemilu, Otto Hasibuan mengatakan, gugatan pesaing Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 harusnya diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bukan ke MK.

Menurut Otto, permohonan dari kedua kubu tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Kita tahu perkara ini seharusnya tidak diajukan ke MK melainkan ke Bawaslu karena isi permohonan tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, khususnya Pasal 475 UU Pemilu. Sehingga, dapatlah dikatakan permohonan pemohon tersebut adalah salah kamar,” kata Otto dalam sidang lanjutan sengketa Pemilu 2024 di MK, Kamis, 28/3/2024.

Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis justru mengatakan sebaliknya. Todung menilai, tim hukum Prabowo-Gibran kurang cermat dalam membaca UUD 1945. Menurutnya, MK punya wewenang mengusut semua terkait sengketa pilpres.

“Saya menolak disebut salah kamar. Kalau kita membaca Pasal 24 c UUD 1945, kita akan melihat frasa yang sangat luas bahwa MK itu harus menyelesaikan semua sengketa pilpres dalam arti yang seluas-luasnya,” kata Todung di MK, Kamis, 28/3.

Menurut Todung, sengketa pemilu bukan hanya persoalan perolehan suara. Lebih dari itu, MK juga berwenang menyelesaikan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

“TSM itu masuk dalam kewenangan mahkamah konstitusi untuk memeriksa dan menyelesaikannya,” ucapnya.

Pemohon Pasti Paham

Sebagaimana diketahui, Ketua MK periode 2013-2015 Hamdan Zoelva berdiri di barisan AMIN. Sedangkan di kubu Ganjar-Mahfud, ada Mahfud MD yang merupakan Ketua MK periode 2008-2011 dan 2011-2013.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Prof Juanda, kedua orang tersebut pasti paham akan kompetensi dan kewenangan MK. Kata Juanda, kualitas keilmuan dari dua mantan Ketua MK itu tidak perlu diragukan.

“Kemungkinan besar sebaliknya, karena beliau berdua melihat dan menilai dari kacamata keilmuan dan pengalaman selama menjadi hakim konstitusi, maka mereka ajukan dengan dalil-dalil ke MK. Mungkin, bagi kita orang awam atau belum cukup ilmu dan pengalaman tidak mampu melihat sejauh yang mereka pikirkan,” kata Juanda kepada Forum Keadilan, Jumat, 39/3/2024.

Menurutnya, adanya permohonan dari kedua kubu tersebut menjadi tantangan bagi MK agar betul-betul cermat, objektif, dan berpikir secara filosofis dalam menangani perkara tersebut.

“Bila perlu menggunakan pendekatan hermeunetika hukum,” ujarnya.

Soal tuduhan salah kamar, kata Juanda, tim hukum Prabowo-Gibran juga punya hak untuk membantah ataupun menolak semua dalil pemohon.

“Pemohon juga berhak untuk memperjuangkan hak-haknya melalui permohonannya,” katanya.

Tuduhan salah kamar, menurut Juanda tak sepenuhnya salah dan tak sepenuhnya benar. Tuduhan tersebut bergantung dengan penilaian Majelis.

Jika permohonan AMIN dan Ganjar-Mahfud dianggap tidak masuk ranah kompetensi absolut MK, maka MK bisa menolak melalui putusan sela.

“Tetapi kalau Majelis Hakim ingin menggunakan pendekatan yang judicial activism, saya percaya apa yang diajukan pemohon bukan salah kamar, tetapi merupakan wewenang atau kompetensi MK untuk memeriksa, mengadili dan memutuskannya,” tuturnya.

Juanda menjelaskan, dalam sengketa pemilu, dia lebih suka menggunakan pendekatan hukum progresif dan mazhab hukum alam.

“Dengan dua pendekatan tersebut, menurut saya MK hendaknya tidak berkutat dan kaku terbatas pada sengketa hasil yang hanya berorientasi pada angka-angka, tapi lebih luas dan mendasar lagi adalah soal bagaimana proses hasil tersebut didapat,” ungkapnya.

Jika dalam proses pemilu terdapat ketidaksesuaian dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil) sebagaimanan yang diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maka Hakim harus mampu membuat terobosan hukum demi tegaknya konstitusi dan keadilan.

“Dan itu semua atas dasar pembuktian di dalam persidangan. Majelis Hakim harus berani mengambil putusan yang progresif demi menegakkan hukum dan keadilan sebagai kewajiban konsitusional sebagaimana amanah konstitusi,” terangnya.

Akan tetapi hal itu harus disertai pembuktian. Jika pihak pemohon tidak mampu membuktikan dalil dan Majelis tidak cukup yakin, maka tentuya MK akan menolak permohonan pemohon dan menyatakan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sah.

“Sekaligus menetapkan Prabowo-Gibran dinyatakan Presiden dan Wapres 2024-2029,” pungkasnya.

Laporan M. Hafid