FORUM KEADILAN – Tujuh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur dituntut enam bulan penjara dan denda masing-masing Rp10 juta.
Terdakwa satu hingga enam dituntut enam bulan penjara dengan ketentuan tidak perlu dijalani apabila yang bersangkutan dalam masa percobaan selama satu tahun sejak putusan inkrah (berkekuatan hukum tetap). Keenam terdakwa tersebut, yakni Umar Faruk, Tita Octavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, dan A Khalil.
Sementara, khusus terdakwa ketujuh, yakni Masduki Khamdan Muchamad, dituntut enam bulan penjara dengan perintah dilakukan penahanan rutan.
Jaksa meyakini tujuh terdakwa PPLN tersebut terbukti bersalah melakukan pemalsuan data dan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
“Menyatakan terdakwa satu Umar Faruk, terdakwa dua Tita Octavia Cahya Rahayu, terdakwa tiga Dicky Saputra, terdakwa empat Aprijon, terdakwa lima Puji Sumarsono, terdakwa enam A Khalil dan terdakwa tujuh Masduki Khamdan Muchamad, terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan ke satu penuntut umum,” kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa, 19/3/2024.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa satu Umar Faruk, terdakwa dua Tita Octavia Cahya Rahayu, terdakwa tiga Dicky Saputra, terdakwa empat Aprijon, terdakwa lima Puji Sumarsono, terdakwa enam A Khalil dengan pidana masing-masing selama 6 bulan dengan ketentuan tidak perlu dijalani apabila yang bersangkutan dalam masa percobaan selama satu tahun sejak putusan inkrah, tidak mengulangi perbuatan atau tidak melakukan tindak pidana lainnya,” kata jaksa lagi.
“Khusus terdakwa tujuh, Masduki Khamdan Muchamad pidana penjara selama enam bulan dikurangkan masa penahanan yang telah dilalui oleh terdakwa tujuh dengan perintah agar dilakukan penahanan rutan,” imbuh jaksa.
Selain itu, jaksa juga menuntut tujuh terdakwa membayar denda Rp10 juta, yang apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana badan selama tiga bulan.
“Menjatuhkan pidana denda kepada seluruh terdakwa masing-masing sebesar Rp10 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan masing-masing selama tiga bulan,” ujar jaksa.
Adapun hal yang memberatkan tuntutan ialah para terdakwa selaku penyelenggara pemilihan umum seharusnya melaksanakan penyelenggaraan Pemilu 2024 sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak menyimpang, dan khusus untuk terdakwa tujuh, Masduki Khamdan Muchamad, jaksa mengatakan bahwa perbuatannya telah menyalahgunakan kewenangan dalam perekrutan Pantarlih luar negeri Kuala Lumpur.
Sehingga mengakibatkan adanya Pantarlih luar negeri Kuala Lumpur fiktif yang menyebabkan pelaksanaan pemutakhiran data pemilih pada petugas Pantarlih ketika mencocokan data pemilih Kuala Lumpur menjadi tidak maksimal.
Hal yang memberatkan tuntutan terhadap Masduki lainnya adalah ketidakpatuhannya terhadap panggilan pemeriksaan penyidik, yang menyebabkan dia ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dan akhirnya harus menjalani penahanan.
Sementara itu, hal yang meringankan tuntutan ialah tindakan para terdakwa mulai dari penetapan DPT hingga pemungutan suara telah dibatalkan dan dinyatakan tidak sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) berdasarkan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, yang kemudian dilaksanakan pemungutan suara ulang pada 10 Maret 2024.
Selain itu, para terdakwa juga telah dinonaktifkan dari jabatan sebagai ketua maupun anggota PPLN Kuala Lumpur.
Menurut jaksa, terdakwa kecuali Masduki, telah bersikap kooperatif dan transparan sejak tahap pemeriksaan penyidikan hingga persidangan. Sebagian besar terdakwa juga merupakan mahasiswa yang sedang menempuh studi S3 di Malaysia.
Sebelumnya, jaksa mendakwa tujuh terdakwa telah memalsukan data dan DPT Pemilu 2024.
Jaksa mengatakan bahwa tindak pidana tersebut dilakukan oleh para terdakwa di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur.
“Telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu, 13/3.*