FORUM KEADILAN – Mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono (AP) dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 10 tahun 3 bulan penjara dalam kasus korupsi dan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai.
Tak hanya itu, AP juga dituntut pidana denda sebesar Rp1 miliar. Pada kasus tersebut, AP dinilai telah menerima gratifikasi sebesar Rp58.974.116.189.
Sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Jumat, 8/3/2024, itu menyatakan bahwa AP melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menjelaskan, semua kerugian yang ditanggung negara memang harus dikembalikan.
Denda yang harus dibayarkan terdakwa merupakan dana di luar jumlah korupsi yang dilakukan.
“Kerugian negara memang harus dikembalikan, tapi kan ini gratifikasi. Pasti KPK sudah meminta atau menyita dulu barang-barang tersebut. Itu yang nanti akan dilelang dan dijual ke masyarakat. Denda itu di luar jumlah korupsi atau gratifikasi yang dilakukan,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat, 8/3.
Tetapi, kata Hibnu, masyarakat perlu mengetahui sejauh mana barang yang disita itu sesuai dengan jumlah yang dikorupsi. Jika tidak mencukupi dari penjualan harta lelang, maka terdakwa harus membayarkan denda tersebut.
Namun, ada ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama enam bulan.
Menurut Hibnu, tuntutan lama kurungan dan denda oleh JPU terhadap AP sudah sesuai. Meskipun pada akhirnya, AP akan mengajukan banding untuk pengurangan hukuman.
“Kalau menurut saya sudah pas, karena yang namanya gratifikasi sebetulnya kalau kita lihat sebuah sistem bagaimana kecepatan seorang penyidik waktu pemeriksaan barang tidak lepas ke orang lain, karena kan pemberian. Banding itu hak beliau tapi gratifikasi paling mudah pembuktiannya,” jelasnya.
Kata Hibnu, seseorang yang menerima gratifikasi akan sangat mudah dideteksi dan dibuktikan, karena seseorang pejabat negara yang tidak sesuai dengan profil akan menjadi sebuah tanda tanya,
“Pasti terbukti,” singkatnya.
Sebelumnya, AP menerima gratifikasi dari sejumlah pihak terkait pengurusan kepabeanan impor saat dirinya masih bekerja sebagai pegawai Bea dan Cukai. AP menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara.
Selain bentuk uang rupiah, AP menerima uang dengan pecahan dollar Amerika Serikat (AS) sekitar US$264.500 atau setara dengan Rp3.800.871.000, serta uang dollar Singapura sekitar 409.000 atau setara dengan Rp4.886.970.000.*
Laporan Merinda Faradianti