FORUM KEADILAN – Jakarta digadang-gadang menjadi kota bisnis dan pusat perekonomian global usai kehilangan statusnya sebagai Ibu Kota. Namun, sebelum itu masih banyak hal yang harus diperbaiki agar tujuan itu terealisasi.
Seiring pelaksanaan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), Jakarta akan kehilangan statusnya sebagai Ibu Kota. Sebagaimana tertuang dalam rancangan undang-undang (RUU) DKJ, Jakarta akan difungsikan sebagai pusat bisnis dan perekonomian global.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna memandang, untuk menjadi kota bisnis global, Jakarta harus serius dalam memperhatikan beberapa hal.
“Apa saja yang menyaratkan sebagai kota global atau bisnis? Standar pelayanan harus berubah, khususnya pada aspek pelayanan dasar. Kota dibangun dengan standar digital dan teknologi terbaik. Birokrasi harus makin efisien,” katanya kepada Forum Keadilan, Kamis 7/3/2024.
Selain itu, lanjut Yayat, layanan transportasi juga harus berbasis angkutan massal yang semakin nyaman dan aman serta cepat. Kemudian, aspek daya dukung lingkungan juga harus semakin baik. Sampah, polusi dan kekumuhan harus semakin berkurang, sedangkan aspek kesejahteraan makin bertambah.
Terkait tata ruang DKJ, kata Yayat, kuncinya adalah pemerintah konsisten dengan aturan yang ada atau dikembangkan. Jakarta juga perlu berkolaborasi dengan kota dunia dan kota-kota sekitarnya, untuk mensinergikan pembangunan dengan hinterland-nya (daratan belakang pesisir) dan percepatan kerja sama global.
Yayat juga menjelaskan, posisi Jakarta juga harus jelas fungsinya. Sebagai kota bisnis, Jakarta harus semakin ramah investasi dan layanan standar kota makin membaik. Begitu juga dengan lapangan pekerjaan, harus jadi hal yang diutamakan.
“Oleh karena itu, jasa layanan atau lapangan kerja yang diciptakan tidak lagi fokus di sektor informal. Minimum pengembangan lapangan kerja yang profesional makin terbuka. Sektor manufaktur meningkat,” tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga harus cepat dalam mengembangkan jasa industri dan wisata. Jakarta harus mampu menjadi center point event dunia.
Di samping kebijakan dan fasilitas kota, ia menegaskan, sebagai warga kota dunia, warga Jakarta juga harus mengubah kulturnya.
“Sikap perilaku makin tercermin dengan sikap disiplin dan peduli sama kotanya,” tegasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga. Ia menjelaskan, dalam Global Cities Index 2023, Jakarta berada di peringkat 74 dari 156 kota besar dunia. Indonesia kalah dengan Singapura yang masuk peringkat 7 kota global terbaik.
Untuk menjadi kota global, kata Nirwono, ada lima kriteria pekerjaan rumah yang harus dituntaskan Jakarta.
Pertama, meningkatkan aktivitas bisnis, seperti aliran keuangan, dinamika pasar, kehadiran kantor pusat perusahaan multinasional. Kedua, meningkatkan kualitas SDM dan tingkat pendidikan warga.
Ketiga, meningkatkan pertukaran informasi, contohnya akses informasi internet dan sumber media baik media massa ataupun media sosial. Keempat, meningkatkan pengalaman budaya, seperti akses ke museum, festival kebudayaan, dan penyelenggaraan olahraga utama dunia.
Kelima, meningkatkan interaksi atau dukungan politik. Hal ini dilakukan dengan kegiatan diskusi politik, kelompok pemikir, kehadiran kedutaan dan kegiatannya.
Nirwono menjelaskan, dengan perkembangan infrastruktur jalan tol, properti, dan transportasi massal di Jakarta dan sekitarnya, bisa dipastikan Jakarta akan tetap menjadi pusat perekonomian nasional. Jadi menurutnya, dengan pindahnya Ibu Kota ke IKN, tak lantas membuat Jakarta sepi dari urbanisasi.
“Tingkat urbanisasi akan terus naik. Masyarakat dari berbagai daerah akan terus menyerbu Jakarta untuk mencari pekerjaan yang lebih layak dan penghidupan yang lebih baik,” tutupnya.*
Laporan Novia Suhari