FORUM KEADILAN – Kepala Kepolisian Polda Metro Jaya (Kapolda) Irjen Karyoto kembali menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri sudah sah secara hukum.
Pernyataan tersebut disampaikan melalui tim kuasa hukum Polda Metro Jaya yang juga Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Putu Putera Sadana saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu, 13/12/2023.
“Bahwa mengingat penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon terhadap pemohon sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” kata Putu.
Putu juga kembali meminta Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan, Imelda Herawati, untuk menolak praperadilan seluruhnya yang diajukan oleh pemohon, dalam hal ini Firli Bahuri.
Ada empat poin duplik yang dibacakan oleh tim kuasa hukum Kapolda Metro Jaya, berikut daftarnya:
1. Menyatakan menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan sah, penetapan tersangka terhadap pemohon berdasarkan surat ketetapan nomor S.Tap/325/XI/RES.3.3/Ditreskrimsus tanggal 22 November 2023 atas nama tersangka Drs Firli Bahuri M.Si.
3. Menolak permohonan pemohon untuk selebihnya.
4. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dari biaya a quo.
Seperti diketahui, Firli Bahuri melayangkan gugatan praperadilan untuk melawan Kapolda Metro Jaya yang sudah menetapkan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Kuasa hukum Firli, Ian Iskandar menilai bahwa penetapan status tersangka terhadap kliennya tidak sah secara Undang-Undang dan tidak memiliki kekuatan yang mengikat.
Ian mengatakan, semua alat bukti yang disita oleh pihak Kapolda tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor: 21/PUU-XII/2014, yang pada pokoknya menyatakan alat bukti harus bersifat kuantitatif dan kualitatif. Sedang Polda Metro Jaya hanya memenuhi formil kuantitatif.
“Tidak ada satu pun alat bukti yang mampu membuktikan adanya actus rea maupun mens rea yang memenuhi unsur Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tandasnya.*
Laporan M. Hafid