FORUM KEADILAN – Acara bagi-bagi susu yang dilakukan Gibran Rakabuming Raka di arena car free day (CFD) menuai kritik. Sebagai calon wakil presiden (cawapres), Gibran dinilai kurang peka terhadap aturan kampanye.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta mengaku, pihaknya kini tengah mendalami dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Gibran terkait pembagian susu di arena CFD, di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat. Namun, Bawaslu juga menegaskan bahwa pada prinsipnya arena CFD tidak boleh digunakan untuk aktivitas kampanye.
“Bawaslu Jakarta Pusat masih melakukan penelusuran. Pada prinsipnya, arena CFD tidak boleh untuk aktivitas kampanye baik capres-cawapres maupun caleg,” kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo, Senin 4/12/2023.
Tetapi, Gibran sendiri sebelumnya telah membantah bahwa dirinya melakukan kampanye. Menurutnya, pembagian susu itu bukan dalam rangka kampanye.
“Kan tanpa alat peraga kampanye (APK). Kita kan enggak melakukan pengajakan untuk pencoblosan atau apa, kan enggak,” ucap Gibran di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu 3/12.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat bahwa Gibran tidak memiliki kepekaan sosial yang baik. Menurutnya, sekalipun tidak menggunakan APK, membagikan sesuatu di masa kampanye dapat dimaknai sebagai aktivitas kampanye.
“Gibran tidak miliki kepekaan sosial yang baik dengan statusnya sebagai cawapres. Dalam masa kampanye, kegiatan kampanye tidak selalu berkaitan dengan atribut partai, atau mengajak orang untuk memilih. Dengan membuat kerumunan, membagikan suvenir, itu bisa masuk dalam tafsir kampanye politik,” ujar Dedi kepada Forum Keadilan, Rabu 6/12.
Dedi menjelaskan, ada dua alasan Gibran melakukan hal tersebut. Pertama, karena Gibran tidak tahu, atau kedua, dia tidak mau menghormati dengan tidak mempelajari aturan pemilu.
“Kemudian, bisa saja Gibran merasa terlindungi karena putra Presiden. Ini menimbulkan sikap jumawa dan tidak hormat,” imbuhnya.
Dedi pun mengapresiasi tindakan Bawaslu yang menelusuri dugaan pelanggaran tersebut. Kendati begitu, ia mengaku pesimis terhadap kinerja Bawaslu.
“Tidak banyak yang bisa dilakukan Bawaslu. Ada kegiatan lebih terang, yakni kegiatan politik perangkat desa, yang secara terang mengajak memilih dan ada atribut politik. Itu saja tidak ada tindak lanjut. Apalagi kali ini di mana Gibran sudah katakan tidak ada ajakan memilih dan tanpa atribut,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah. Menurutnya, pembagian susu yang dilakukan Gibran di CFD melanggar kesantunan publik (public civility).
“Kalau CFD di Thamrin-Sudirman kan enggak boleh untuk kampanye. Jadi, itu ada larangannya. Meskipun tidak ada larangan secara tegas, tapi kan itu bagian dari public civility. Artinya, itu kesantunan publik ya. Jadi, melanggar kesantunan publik, enggak elok,” kata Trubus kepada Forum Keadilan, Rabu 6/12.
Trubus menegaskan, CFD di Jakarta tidak boleh dijadikan sebagai tempat kampanye atau aktivitas politik, sekalipun tanpa atribut. Jadi menurutnya, bantahan Gibran tidak berkampanye, tidak dapat diterima. Terlebih, saat ini sedang dalam masa kampanye.
“Ini kan suasana kampanye. Jadi, itu kampanye, sehingga harusnya karena dia cawapres, dia harusnya taat aturan. Tahu bahwa ini adalah musim kampanye,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, larangan kegiatan politik di CFD tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Kata Trubus, tidak elok jika seorang cawapres tidak taat hukum.
Ia memandang, ketidaktaatan hukum yang dilakukan Gibran justru akan merugikan dirinya. Sebab, rasa hormat yang diberikan masyarakat akan berkurang.
“Ini kan malah jadinya merusak citranya sendiri. Jadi yang pada awalnya masyarakat sangat respek, sangat hormat, itu akhirnya menjadi kurang respek,” ucapnya.
Trubus juga mendorong Bawaslu untuk memperingatkan para peserta pemilu agar taat hukum. Ia juga menekankan, dugaan pelanggaran Gibran tersebut merupakan ranah Bawaslu dan KPU, bukan kesalahan dari pemerintah seperti gubernur.
Trubus berharap, Bawaslu bisa tegas dalam memberikan peringatan. Dia juga menyarankan agar para calon yang melanggar dapat diberi sanksi sosial, berupa pemberitahuan kepada masyarakat bahwa calon ini melakukan pelanggaran.
“Menurut saya harus ada. Kalau teguran, ya tentu kurang efektif. Tapi paling tidak ada pemberitahuan ke publik, seperti sanksi sosial. Karena itu masalah moral. Jadi, nanti ditempel saja di mana, kemudian diinformasikan, calon ini melanggar,” tutupnya.*
Laporan M. Hafid