FORUM KEADILAN – Pernyataan Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ade Armando soal politik dinasti sebenarnya ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menuai kontroversi. Meskipun diyakini tak berpengaruh pada elektabilitas Prabowo-Gibran, namun pernyataan Ade dinilai dapat mencoreng nama partainya.
Ade Armando langsung meminta maaf sehari setelah pernyataan kontroversial itu diunggahnya di X. Ia merasa, video yang dibuatnya menimbulkan kegaduhan dan menyinggung banyak pihak di Yogyakarta.
Selain itu, Ade juga mengaku bahwa apa yang disampaikannya merupakan sikap politik pribadinya dan tidak ada hubungannya dengan PSI.
Melihat hal itu, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan, seharusnya Ade Armando berhati-hati dalam berucap. Sebab, seorang politisi akan dinilai dari apa yang dikatakan.
“Kesalahan dia sendiri yang berbicara seperti itu. Mestinya sebagai politisi harus jaga-jaga dalam berbicara. Apalagi menyinggung pihak lain, harus hati-hati berbicara karena dia sudah menjadi politisi,” ucap Ujang kepada Forum Keadilan, Selasa 5/12/2023.
Ujang memandang, meskipun persoalan tersebut sudah mereda dengan permohonan maaf, bukan berarti Ade bisa mengulangi hal yang sama dengan berkata seenaknya. Kata Ujang, seorang politisi harus pandai menerka kondisi situasi politik di sekitarnya.
“Dia ini sudah minta maaf di video itu, karena memang sudah salah. Sultan juga sudah bijaksana mengatakan, tidak ada masalah. Sultan sangat bijak, artinya ketika Sultan memaafkan, rakyat Yogya juga akan memaafkan. Tapi bukan nanti Ade Armando bilang seenaknya. Jangan mengulanginya lagi, hal-hal seperti ini memanas-manasi situasi,” ungkapnya.
Ujang menuturkan, Ade seharusnya lebih cerdas dalam berucap. Sebab, Yogya memang berbasis pada dinasti monarki atau basis keturunan. Hal itu sudah diterapkan berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 tentang Pemerintah Daerah Provinsi.
“Kalau namanya Yogya, Kerajaan Keraton itu berbasis pada dinasti monarki. Berbasis pada keturunan. Yogya tidak bisa disalahkan karena spesial, kekuasaannya berdasarkan keturunan dan berbasis kerajaan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Ujang menjelaskan, persoalan yang dibuat oleh Ade memang tidak mempengaruhi elektabilitas pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, meskipun PSI merupakan salah satu partai pengusungnya.
Namun, tindakan Ade berpotensi merusak citra PSI sebagai tempatnya berpolitik.
“Tidak ada hubungannya dengan Prabowo-Gibran. konsekuensinya bagi diri pribadi sebagai politisi PSI. PSI sebagai tempat bernaungnya seharusnya diberikan sanksi-lah karena dia sudah mencoreng citra PSI,” tandasnya.
Sementara itu, Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Chico Hakim berpendapat, dinasti dalam politik di Yogyakarta merupakan bagian dari sejarah yang telah disepakati bersama.
Ia menjelaskan, Yogyakarta telah berdiri sejak tahun 1755 di mana terdapat perjanjian dengan pemerintahan Belanda. Kemudian dikukuhkan oleh sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) 1945 dan diperkuat dengan undang-undang.
Status Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa telah tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Dalam Pasal 18 Ayat 1 huruf c disebutkan, jabatan gubernur diisi oleh mereka yang menjabat sebagai Sultan Hamengkubuwono dan wakil gubernur dijabat oleh Adipati Paku Alam.
“Kami merujuk ke sejarah, juga status hukum DIY yang kuat dan jelas termaktub di UU kita. Kemudian juga lancarnya pemerintahan DIY, dukungan masyarakat di DIY maupun seluruh Indonesia, kami tidak melihat ada urgensi kebutuhan mengubah status tersebut,” ucap Chico kepada Forum Keadilan, Selasa 5/12.
Kemudian soal permintaan maaf Ade Armando, Menurut Chico akan sulit meredam ketersinggungan warga DIY.
“Karena kalau diperhatikan statement permohonan maaf itu tidak menarik ucapannya, dan justru menegaskan, apa yang disampaikan di awal oleh Ade adalah memang apa yang menjadi pandangannya,” pungkasnya.
Sedangkan, Wakil Komandan Tim Golf (Relawan) TKN Prabowo-Gibran, Immanuel Ebenezer (Noel) punya pendapat berbeda. Ia mengamini politik dinasti Ade Armando. Menurut Noel, dinasti politik di Yogyakarta merupakan sebuah fakta.
Noel memandang, sebenarnya Ade tidak memiliki motivasi untuk menjelek-jelekkan masyarakat Yogyakarta secara umum dalam pernyataan dinasti politiknya. Ade hanya menyampaikan fakta dan data.
“Saya mengamini apa yang disampaikan Ade Armando, itu hanya menyampaikan sebuah fakta dan data, enggak lebih dari itu. Dia enggak punya motivasi menjelek-jelekan masyarakat Yogya,” kata Noel kepada Forum Keadilan, Selasa 5/12.
Menurut Noel, dinasti politik di Yogyakarta merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan. Untuk itu, dia menilai bahwa pernyataan Ade tersebut bukanlah suatu kesalahan.
“Ini yang disampaikan fakta. Di Yogyakarta itu pemerintahan hanya ada dua. Yang satu pemerintahan republik dan satu pemerintahan kerajaan. Dalam sistem kerajaan itu, dinasti hal yang lumrah dan biasa. Salahnya apa yang disampaikan Ade Armando?” ujarnya.
Ketua Relawan Prabowo Mania 08 itu juga menyebutkan, bahwa dinasti politik di daerah istimewa tidak lepas dari sistem monarki yang dianut Kekeratonan Yogyakarta. Namun, lanjut Noel, sebagian masyarakat di sana tidak menganut monarki sebagaimana di lingkungan keraton, tapi republik.
“Di Yogyakarta itu ciri-ciri khas kultur. Masyarakatnya kan masih sangat monarki sekali. Jadi itu hal biasa, dan di Yogyakarta kalau tidak ada kerajaan Jawa kayak Sultan, ya saya rasa Yogyakarta tidak begitu kondusif,” ucapnya.
Dia juga menanggapi adanya demo yang dilakukan oleh beberapa pihak, terkait pernyataan Ade. Menurut Noel, yang sejatinya marah harusnya adalah pihak Keraton.
Noel juga yakin bahwa pernyataan Ade tidak akan menggerus elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dia menganggap bahwa orang yang melakukan demo itu hanya untuk menyerang kubu Prabowo.
“Tidak mungkinlah, kan kita lihat motif orang yang menyerang Ade Armando apa gitu. Dia kan motifnya kan cuma mau hajar Prabowo-Gibran doang sebenarnya. Sekarang, sedikit pernyataan langsung dipolitisir,” tutupnya.* (Tim FORUM KEADILAN)