FORUM KEADILAN – Polda Metro Jaya telah menepis tudingan Firli Bahuri yang menilai penetapan tersangka dalam kasus pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terlalu dipaksakan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak memastikan, pihaknya bekerja secara profesional dan transparan dalam pengusutan kasus tersebut.
Ade juga membantah terkait penetapan tersangka terhadap Firli dilakukan karena adanya tekanan ataupun intimidasi dari pihak mana pun.
“Kami menjamin bahwa penyidik Polri profesional, transparan dan akuntabel serta bebas dari segala bentuk maupun intimidasi pengaruh apa pun,” kata Ade dalam konferensi pers, Jumat, 24/11/2023.
Sebelumnya, kuasa hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar mengatakan bahwa kliennya akan memberikan perlawanan terhadap Polda Metro Jaya lantaran tidak terima dengan penetapan status tersangka tersebut.
Ian mengatakan, penetapan status tersangka terhadap Firli Bahuri terkesan dipaksakan, dan alat bukti yang disita oleh penyidik dalam kasus tersebut tidak pernah diperlihatkan.
“Alasannya satu itu dipaksakan, kedua, alat bukti yang menurut mereka sudah di situ itu, itu tidak pernah diperlihatkan,” tuturnya Ian.
Ian mengatakan, ia sudah berkomunikasi dengan Firli sejak penetapan status tersangka Rabu malam. Hasilnya, Firli akan melakukan perlawanan terkait status tersangka tersebut
“Intinya kita akan melakukan perlawanan,” tutupnya Ian.
Firli Ditetapkan sebagai Tersangka
Firli ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Firli diduga melakukan pemerasan, penerimaan gratifikasi, dan penerimaan suap. Dugaan tindak pidana itu terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian saat dipimpin SYL.
“Berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada kurun waktu tahun 2020 sampai 2023,” jelas Ade Safri Simanjuntak, Rabu, 22/11.
“Sebagaimana dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 KUHP, yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020-2023,” jelas Ade.*