DPR Dorong KPK Ungkap Mafia Pelabuhan Batam

Ilustrasi Gedung DPR/MPR RI | Ist

FORUM KEADILAN – Pengungkapan kasus dugaan korupsi cukai rokok mantan Kepala BP Tanjung Pinang menjadi pintu masuk KPK membongkar praktik illegal sejenis yang selama ini diduga terjadi di kawasan free trade zone (FTZ), khususnya BP Batam yang kerap menjadi jalur lalu lintas penyelundupan barang-barang haram ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Anggota Komisi 3 DPR dari Fraksi Partai Demokrat Santoso meminta KPK untuk melakukan penindakan secara holistik, termasuk mengungkap para pengusaha hitam kelas kakap yang memanfaatkan oknum penyelenggara negara untuk mencari untung.

Bacaan Lainnya

Santoso menyebut kasus over kuota yang terjadi di Tanjung Pinang adalah bagian kecil dari kasus penyelundupan komoditas atau barang lainnya dengan modus sejenis yang terjadi di Pelabuhan Batam.

“Ini harus jadi momentum supaya KPK melakukan penindakan tidak parsial, namun menyeluruh terkait permainan kuota tersebut,” kata Santoso.

Saat ini beredar empat nama yang diduga menjadi bagian dari sindikasi penyelundupan melalui Pelabuhan Batam, yakni VCR, DNI, FRN, dan BDN. Hanya saja KPK masih enggan menyebut identitasnya secara detail.

Keempatnya diduga terafiliasi dengan AP, tersangka gratifikasi dan pencucian uang yang saat ini tengah disidik KPK. Tersangka tersebut pernah bertugas di Batam.

Santoso menegaskan, guna meredam syahwat para pengusaha hitam mengeruk keuntungan,  Menteri Keuangan harus melakukan pengawasan ketat dan penindakan yang konsisten.

Pelabuhan Batam dikenal sebagai salah satu jalur penyelundupan di kawasan FTZ. Jenis komoditas atau barang yang biasa diselundupkan melalui Pelabuhan Batam berupa minuman keras atau miras, rokok dari Cina, alat kesehatan, mobil, moge, mesin mobil, handphone, laptop, pita cukai palsu, obat farmasi, hingga benih lobster.

Adapun yang berwenang mengeluarkan kuota terhadap barang-barang tersebut adalah BP FTZ Batam.

Layaknya yang terjadi di Tanjung Pinang, modus yang sama diduga kuat masih terus berlangsung di Batam.

Praktik ilegal tersebut pada umumnya menjadikan dua pelabuhan terbesar di Batam, yakni Pelabuhan Batu Ampar dan Sekupang sebagai motornya.

Penindakan tampaknya tak pernah membuat jera para mafia pelabuhan. Pasalnya, praktik yang sama menjadi pemandangan umum di Pelabuhan Batu Ampar dan Dermaga Beton Sekupang.

Proses bongkar muat di kedua pelabuhan tersebut seringkali tanpa melalui proses pengecekan fisik sebagaimana diatur dalam ketentuan regulasi.

Bongkar muat dari Singapura melalui Sekupang-Batu Ampar kerap dilakukan tanpa proses pengecekan fisik sebagaimana seharusnya.

Kapal-kapal asal Singapura khususnya, terlihat mendapatkan privilege di Pelabuhan Batu Ampar maupun Pelabuhan Beton sekupang.

Barang-barang haram tersebut didistribusikan melalui jalur laut, yakni dari Batam, selanjutnya menggunakan kapal Roro ke Tanjung Pinang, dan seterusnya menggunakan kapal tanker ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Praktik illegal ini diduga melibatkan para oknum dari berbagai institusi, mulai dari sahbandar, bea cukai, BP Batam dan tentunya para pengusaha.

“Penyelundup ilegal itu, bukan hanya kuota cukai rokok. Makanya pendapatan negara kok transaksinya banyak tapi pendapatannya sedikit. Barang masuknya besar tapi pajaknya kok sedikit. Ini yang harus dibongkar dan ditindak,” tutur Santoso.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Profesor Hibnu Nugroho juga mempertanyakan lemahnya pengawasan sehingga kasus yang sama kembali terjadi

“Pengawasannya lemah, itu sudah bagian mafia. Saya kira semuanya harus diusut, termasuk kolega-koleganya itu,” tandas Hibnu Nugroho.

Menurut Hibnu, dalam kasus over kuota tidak ada regulasi yang bermasalah. Regulasi yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

“Regulasi tidak ada masalah. Ini masalah niatan jahat saja. Niat jahat dari masing-masing pelaku kejahatan pada sistem itu sangat tinggi,” ujarnya.

Dia melihat bahwa pengawasan yang lemah menjadi salah satu alasan atau ruang para pengusaha hitam memanfaatkan kelemahan oknum aparat, sehingga kasusnya terus berulang.

“KPK harus mengusut kasus ini sampai ke akarnya. Pertanyaanya, sejauh mana dana itu mengalir. Itu yang harus dituntaskan semuanya,” tuturnya.* (Tim FORUM KEADILAN)

Pos terkait