Diskriminasi Hukum Rafael Alun Trisambodo – Andhi Pramono

KPK menetapkan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono sebagai tersangka TPPU. | ist

FORUM KEADILAN – Gerak taktis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Inpektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan menindak mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo tampaknya tak berbanding lurus dengan Andhi Pramono, mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Sulawesi Selatan.

Ibarat roda kendaraan, salah satu atau dua rodanya gembos, sehingga menahan akselerasi dan laju kendaraan mencapai tujuan, yakni penegakan hukum yang berkeadilan.

Bacaan Lainnya

Kesan beda perlakukan begitu gamblang terlihat. Masih segar di ingatan kita bagaimana para elit jajaran Kementerian Keuangan sangat proaktif serta tegas bersikap tatkala menjatuhkan sanksi pencopotan jabatan dan pemecatan terhadap Rafael Alun Trisambodo.

Setali tiga uang, KPK berlaku sama. Penetapan status tersangka diikuti penahan Rafael Alun Trisamboda menjadi jejak betapa seriusnya kedua lembaga itu menjatuhkan sanksi.

Berbanding terbalik dengan perlakuan terhadap Andhi Pramono.

Nama Andhi Pramono bahkan sempat tenggelam dari sorotan publik, pasca pertama kali diperiksa KPK. Lembaga anti rasuah itu memang pada akhirnya menetapkan status tersangka , namun tidak disertai denga upaya penahanan.

Yang tak kalah miris, Kementerian Keuangan justru bersikap pasif, menunggu guliran bola panas dari KPK.

Hal itu terlihat dari keputusan pencopotan terhadap Andhi Pramono dilakukan setelah KPK menetapkan status tersangka. Padahal, proses pemeriksaan oleh Itjen sudah berlangsung lama, sejalan degan awal pemeriksaan Andhi Pramono di KPK.

Peluang pemecatan Andhi Pramono oleh Kementerian Keuangan sepertinya menunggu keputusan KPK menahan Andhi Pramono.

Padahal, peraturan kepegawaian menegaskan pemberian sanksi pencopotan bahkan pemberhentian dimungkinkan tanpa perlu menunggu proses hukum.

Hal tersebut tampaknya tak berlaku bagi Andhi Pramono. Pria kelahiran Salatiga lulusan PKN STAN Angkatan 1997 itu terkesan menjadi anak emas.

Ihwal perbedaan perlakuan itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo angkat suara.

“Itu kan semua tergantung klarifikasi,” ujar Yustinus kepada Forum Keadilan.

“Tentu kita akan melakukan klarifikasi, oleh Inspektorat hasil klarifikasi sudah disampaikan ke unit-unit terkait. Kalau Rafael ke pajak, kalau Andhi Pramono kita masukkan ke Bea Cukai,” imbuhnya.

Dijelaskan Yustinus, kesan perbedaan perlakuan sangat bergantung pada proses klarifikasi antara terperiksa dengan pihak inspektorat jenderal Kemenkeu.

“Klarifikasi itu beda-beda, apakah ditemukan kesalahan, apakah melengkapi dokumen. Nah, itu kan semua sudah menjadi kewenangan dari pemeriksaan, tuturnya.

Lebih jauh Yustinus membeberkan soal peraturan di Kemenkeu dalam konteks jika seorang pegawai di kementerian tersebut tersangkut masalah hukum. Ia juga membenarkan bahwa peraturan kepegawaian mengatur ancaman sanki pemberhentian atau pemecatan tanpa harus menunggu proses hukum.

“Sanksi sampai dengan pemberhentian itu dimungkinkan tanpa perlu menunggu proses hukum, karena yang ditemukan adalah pelanggaran administrasi, disiplin atau kode etik. Kalau tipikor, karena adanya proses hukum dan itu menjadi dasar untuk pelanggaran administrasi juga, tetapi tidak harus,” kata Yustinus.

Perihal dinamika status kepegawaian Andhi Pramono, Yustinus menyebut hingga saat ini masih dalam tahap pemeriksaan di internal Kemenkeu.

“Tim akan mengumumkan alasannya apa. Sampai saat ini pemeriksaan belum ada hasilnya dan sedang dipastikan proses penjatuhan hukuman melalui tim pemeriksaan. Untuk waktunya sendiri, akan secepatnya kita pastikan,” tutup Yustinus.*(Tim Forum Keadilan)