Peneliti BRIN AP Hasanuddin Kini Jadi Marbot Tahanan Setelah Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH). | Grafis Ahnaf Hawari
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH). | Grafis Ahnaf Hawari

FORUM KEADILAN – Rahmi, ibu kandung dari Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH) mendatangi Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 12/5/2023.

Rahmi datang bersama dengan kuasa hukum datang untuk menjenguk AP Hasanuddin yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, terkait kasus dugaan ujaran kebencian terhadap Muhammadiyah.

Bacaan Lainnya

“Anak saya hanya menyampaikan terima kasih mama sudah menyampaikan permohonan maaf, begitu saja sih tadi,” ujar Rahmi di Gedung Bareskrim Polri.

Dia mengatakan, kedatangannya kali ini merupakan temu kangen antara seorang ibu dan anaknya. “Ya paling temu kangen aja lah sama anak,” ujar Rahmi.

Kondisi AP Hasanuddin kata Rahmi dalam keadaan sehat dan baik-baik saja di dalam penjara. Bahkan putranya tersebut menjadi marbot di tahanan Bareskrim.

“Alhamdulillah sehat sekarang katanya dia di sini jadi marbot jadi imam kalau salat,” tutup Rahmi.

Sebelumnya, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH) telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim akibat kata-kata halalkan darah Muhammadiyah yang mengundang kemarahan dari masyarakat.

Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mengungkapkan modus peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin dalam menyebarkan ujian kebencian bernada ancaman kepada warga Muhammadiyah di media sosial.

Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar menjelaskan, awalnya Andi Pangerang mengomentari salah satu postingan Thomas Djamaluddin di Facebook.

Dalam postingannya, lanjut Vivid, Andi Pangerang menuliskan kalimat ‘perlu saya halalkan ga nih darahnya semua Muhammadiyah’. Andi juga menuding Muhammadiyah disusupi organisasi kemasyarakatan (ormas) terlarang.*