Isu KUHP Disiapkan Khusus untuk Sambo, Jubir: Asumsi yang Keliru!

Ferdy Sambo. | Ist

FORUM KEADILAN – Berbagai spekulasi beredar di masyarakat ihwal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang dikaitkan dengan vonis mati Ferdy Sambo. Isu yang beredar, KUHP baru ini dipersiapkan khusus untuk Ferdy Sambo.

Spekulasi itu muncul, lantaran KUHP baru memberikan celah Ferdy Sambo lolos dari hukuman mati. Adapun di dalam KUHP baru, hukuman mati akan dilakukan setelah 10 tahun terpidana menjalani masa percobaan di penjara.

Bacaan Lainnya

Dalam Pasal 100 KUHP baru disebutkan, apabila terpidana menunjukkan sikap terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Merespons isu yang berkembang, Juru Bicara (Jubir) Tim Sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional Albert Aries menegaskan bahwa KUHP baru tersebut tidak dibuat agar terpidana pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo bisa lolos dari hukuman mati.

“Perlu kami tegaskan bahwa isu tersebut sama sekali tidak benar,” kata Albert dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 17/2/2023.

Albert menjelaskan, ketentuan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun sudah diperkenalkan dalam draf KUHP versi tahun 2015, jauh sebelum bergulirnya kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Ketentuan itu mengacu pada pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2-3/PUU-V/2007 halaman 430, yaitu pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan pidana yang bersifat khusus dan alternatif; sehingga dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Oleh karena itu, Albert menegaskan bahwa isu yang berkembang di masyarakat bahwa KUHP Baru berkaitan dengan Ferdy Sambo adalah tidak benar.

“Mengait-ngaitkan kasus Sambo dengan ketentuan pidana mati dalam KUHP baru merupakan asumsi yang keliru, karena kasus tersebut juga belum berkekuatan hukum tetap,” tegas Albert.

Selanjutnya, ada isu lain yang perlu diluruskan pihaknya, yaitu terkait frase “kelakuan baik” terpidana mati yang bergantung pada “surat sakti” dari kepala lembaga pemasyarakatan (Kalapas).

Dia menjelaskan, perubahan pidana mati menjadi seumur hidup diberikan setelah mendapatkan pertimbangan MA serta melewati serangkaian penilaian objektif dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan lembaga terkait selama masa percobaan 10 tahun.

“Dengan berlakunya KUHP Nasional pada Januari 2026 nanti, jangan dimaknai akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi dihapus,” terangnya.*