Kamis, 09 Oktober 2025
Menu

Bamsoet Ingatkan Pemerintahan Prabowo Berikan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Redaksi
Presiden ke-2 RI Soeharto | Ist
Presiden ke-2 RI Soeharto | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 RI K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Hal ini, kata Bamsoet, berdasarkan usulan dari Pimpinan MPR RI periode 2019-2024 tertanggal 25 September 2024 kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Selain pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan Gus Dur, Pimpinan MPR juga mengusulkan untuk memulihkan hak-hak Presiden Pertama Republik Indonesia sekaligus Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia Sukarno.

Ketua MPR RI ke-15 ini mengungkapkan bahwa MPR sudah resmi mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk penyelenggaraan negara yang bersih tanpa Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap jasa-jasanya.

“Keputusan MPR untuk mencabut nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR 11/1998 merupakan keputusan seluruh anggota MPR yang terdiri dari 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI yang diambil dalam rapat gabungan MPR pada 23 September 2024. Dengan demikian maka tidak ada ganjalan yang bisa menghalangi lagi saat negara memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau,” jelas Bamsoet lewat keterangannya, Kamis, 9/10/2025.

Dewan Penasehat Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA) ini pun membeberkan bahwa keputusan ini menjadi momen bersejarah yang menandai langkah rekonsiliasi nasional yang konstuktif dan juga pengakuan atas kontribusi besar Soeharto terhadap perjalanan bangsa. Kemudian, dicabutnya TAP MPR itu juga membuat beban politik dan stigma yang selama ini dilekatkan kepada Soeharto secara formal juga sudah selesai.

“Kini saatnya kita menatap sejarah dengan cara yang lebih adil dan objektif. Mengakui keberhasilan tanpa mengingkari pelajaran dari masa lalu,” ujar Bamsoet.

Bamsoet menyebut bahwa keberhasilan Soeharto dalam membangun bangsa dari kondisi yang sulit menuju era stabilitas dan kemajuan tercatat dalam sejarah. Usai peristiwa 1965 mengguncang perekonomian hingga politik nasional, Soeharto dapat memulihkan pemerintahan dan juga mengonsolidasikan negara.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini pun mengatakan bahwa kala itu, Soeharto menata kembali sistem ekonomi, memperkuat lembaga negara, dan mengembalikan kepercayaan internasional terhadap Indonesia.

“Di tangan Pak Harto, bangsa ini mengalami masa keemasan pembangunan. Dari sektor pangan, kita mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan mendapat penghargaan dari FAO. Dari sektor pendidikan, sekolah dasar dibangun di setiap desa. Dari sisi infrastruktur, jalan raya, waduk, pelabuhan, hingga jaringan listrik dibangun merata di seluruh penjuru negeri. Semua itu menjadi fondasi bagi keberlanjutan pembangunan hingga sekarang,” papar dia.

Dirinya kembali mengingatkan bahwa Soeharto adalah pemimpin yang menanamkan nilai-nilai disiplin, kerja keras, dan kemandirian dalam pembangunan nasional. Adapun program-program yang menjadi tonggak penting pembangunan Indonesia dapat berjalan sistemis dan berkesinambungan di antaranya, Inpres Desa Tertinggal, transmigrasi, Bimas dan Inmas pertanian, hingga Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

“Pak Harto adalah figur yang punya dedikasi luar biasa terhadap bangsa. Beliau membangun negara ini dengan ketegasan dan visi yang jauh ke depan. Gelar pahlawan nasional bagi beliau bukan hanya simbol penghargaan, tetapi juga refleksi atas perjalanan sejarah bangsa,” tegas dia.

Bamsoet kemudian menambahkan, bangsa Indonesia haruslah berdamai dengan masa lalu dan memberikan tempat yang layak kepada para pemimpin yang berjasa. Penghargaan kepada Soeharto ini dilakukan untuk menempatkan peran dan jasanya dalam keseimbangan sejarah bangsa, bukan berarti menghapus catatan sejarah yang kritis di akhir masa kekuasaannya.

Pemberian gelar pahlawan ini juga sebagai simbol penghormatan kepada pemimpin yang mempunyai jasa besar terhadap bangsa dan negara Indonesia.

“Keputusan untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Pak Harto akan menjadi langkah bersejarah dan simbol rekonsiliasi nasional. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani menghormati pemimpinnya dan menempatkan sejarah secara adil, tanpa dipengaruhi oleh emosi politik masa lalu,” pungkas dia.*