Rabu, 03 Desember 2025
Menu

Tolak Pemberhentian DPR oleh Rakyat, MK: Bisa Ajukan Keberatan ke Parpol

Redaksi
Sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 27/11/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 27/11/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan agar masyarakat bisa memberhentikan anggota DPR secara langsung. MK menegaskan bahwa jika ada keberatan terhadap anggota DPR yang dianggap tidak layak, masyarakat dapat menyampaikannya melalui partai politik sebagai pihak yang berwenang melakukan recall.

Hal tersebut tertuang dalam putusan MK Nomor 199/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh sejumlah mahasiswa yakni Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Para Pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 239 ayat 2 huruf d Undang-Undang 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang Gedung MK, Kamis, 27/11/2025.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah kembali mengutip Putusan Nomor 008/PUU-IV/2006 terkait pendirian MK dalam mekanisme recall atau pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR. Dalam putusan itu, MK menilai bahwa mekanisme recall terhadap anggota DPR yang dimiliki parpol merupakan wujud pelaksanaan demokrasi perwakilan.

“Oleh karena itu, dengan uraian penegasan demikian, keinginan para Pemohon agar konstituen di daerah pemilihan diberi hak yang sama dengan partai politik sehingga dapat mengusulkan pemberhentian antar waktu anggota DPR dan anggota DPRD pada dasarnya tidak sejalan dengan demokrasi perwakilan,” kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.

Mahkamah berpendapat bahwa pemberhentian anggota DPR oleh masyarakat sama saja seperti melakukan pemilihan umum (pemilu) ulang di daerah pemilihan anggota DPR terkait.

Selain itu, MK beranggapan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak dapat dipastikan pemilih siapa saja yang memberikan suaranya kepada anggota DPR dan anggota DPRD yang hendak diberhentikan.

“Hal tersebut justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak dapat dipastikan pemilih yang pernah memberikan hak pilihnya kepada anggota DPR dan anggota DPRD yang akan diberhentikan pada waktu dilaksanakan pemilihan umum,” katanya.

Sementara terkait dalil pemberhentian anggota DPR, MK juga menepis kekhawatiran para Pemohon yang menilai bahwa pemberhentian anggota dewan berdampak pada adanya dominasi partai politik dan tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Rakyat Bisa Ajukan Keberatan ke Parpol

Sementara itu, berkenaan dengan kekhawatiran para Pemohon terkait pemberhentian anggota DPR oleh partai politik berdampak pada adanya dominasi partai politik dan tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat seharusnya tidak terjadi.

Menurut Mahkamah, dalam pertimbangan hukum Mahkamah pada Putusan Nomor 008/PUU-IV/2006,  38/PUU-VIII/2010, dan 22/PUU-XXIII/2025 telah ditegaskan bahwa pelaksanaan pergantian anggota DPR atau DPRD oleh partai politik pada pokoknya tidak boleh dilaksanakan secara sewenang-wenang atau dengan cara melanggar hukum.

“Di mana pertimbangan atau penilaian penggantian anggota DPR dan anggota DPRD oleh partai politik dimaksud dilakukan selaras dengan keberadaan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) selaku alat kelengkapan DPR yang bertujuan menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat,” tambahnya.

Namun, apabila para pemilih menilai terdapat anggota dewan yang tidak layak untuk kembali duduk di Senayan, maka pemilih dapat mengajukan keberatan kepada partai politik.

“Apabila pemilih menilai terdapat anggota DPR atau DPRD yang tidak layak menjadi anggota DPR atau anggota DPRD, pemilih dapat mengajukan keberatan kepada partai politik bahkan dapat menyampaikan kepada partai politik untuk me-recall anggota DPR atau anggota DPRD dimaksud,” kata MK.

Bahkan, MK mengatakan bahwa para pemilih yang merasa kecewa dengan anggota DPR yang telah dipilih seharusnya tidak memilih kembali anggota DPR dimaksud pada pemilu berikutnya.

“Bahkan sesuai dengan regularitas waktu penyelenggaraan pemilihan, pemilih seharusnya tidak memilih kembali anggota DPR atau anggota DPRD yang dianggap bermasalah pada pemilu berikutnya,” katanya.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Mahkamah menegaskan tidak bergeser pada pendirian Putusan sebelumnya sehingga dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi