Minggu, 13 Juli 2025
Menu

Di Sidang Hasto, Pakar Hukum Sebut Alat Bukti Ilegal Bisa Dibatalkan di Pengadilan

Redaksi
Pakar Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda saat menjadi ahli di kasus Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat, 20/6/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Pakar Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda saat menjadi ahli di kasus Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat, 20/6/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menegaskan bahwa alat bukti yang diperoleh melalui proses penyitaan yang tidak profesional tidak memiliki nilai pembuktian di persidangan.

Hal itu ia sampaikan saat dirinya dihadirkan sebagai ahli di kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

“Yang paling penting ialah ketika alat bukti diperoleh melalui proses penyitaan yang tidak profesional, maka dia tidak punya nilai sebagai alat bukti,” ujar Chairul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat, 20/6/2025.

Ia menjelaskan, hal ini merupakan konsekuensi logis dari kualifikasi alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana.

Chairul bahkan menyebut bahwa tindakan penyitaan dengan cara yang tidak profesional dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

“Kalau dikatakan tadi apakah suatu perbuatan melawan hukum, bisa jadi. Itu sebagai perbuatan melawan hukum, ada yurisprudensi terkait dengan hal itu ketika penyitaan terhadap barang yang bukan menjadi barang bukti dianggap sebagai perbuatan melawan hukum,” katanya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa ketidakprofesionalan dalam memperoleh barang bukti akan berpengaruh besar pada proses pembuktian di pengadilan.

“Karena diperoleh secara tidak sah, diperoleh dengan cara-cara yang tidak profesional, itu menyebabkan dia tidak bisa digunakan sebagai alat bukti,” ujarnya.

Sebagai informasi, dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dan menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI PAW 2019-2024.

Dalam dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sedangkan pada dakwaan kedua ia dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi