Minggu, 13 Juli 2025
Menu

Gubernur Aceh Muzakir Manaf Menyoal Polemik Bendera Aceh: Dalam Proses

Redaksi
Gubernur Aceh Muzakir Manaf saat konferensi pers Penyelesaian Isu Permasalahan Empat Pulau di Perbatasan Prov. Aceh dan Sumut, pada Selasa, 17/6/2025 | YouTube Sekretariat Presiden
Gubernur Aceh Muzakir Manaf saat konferensi pers Penyelesaian Isu Permasalahan Empat Pulau di Perbatasan Prov. Aceh dan Sumut, pada Selasa, 17/6/2025 | YouTube Sekretariat Presiden
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Gubernur Aceh Muzakir Manaf mengungkapkan bahwa bendera bulan bintang atau bendera Aceh yang sempat menjadi polemik di tingkat pusat tidak lama lagi akan diizinkan berkibar dengan bebas.

Muzakir Manaf menyatakan bahwa bendera Aceh yang masuk dalam sebagai satu butir nota kesepahaman (MoU) Helsinki yang ditandatangani 15 Agustus 2005 silam dapat segera diizinkan untuk berkibar.

“Dalam proses, Insya Allah secepat mungkin,” ujar Muzakir Manaf di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 17/6/2025.

Diketahui, Muzakir Manaf berada di Istana untuk ikut rapat dengan pemerintah pusat terkait polemik sengketa 4 pulau antara Aceh-Sumatra Utara (Sumut). Presiden RI Prabowo Subianto pun secara resmi memutuskan empat pulau tersebut masuk wilayah administratif Aceh.

Namun, terkait pengibaran bendera bulan bintang dalam aksi damai di halaman Kantor Gubernur Aceh pada hari sebelumnya, Muzakir mengungkapkan bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti dan mengatakan tengah fokus menyelesaikan sengketa terkait empat pulau di Jakarta.

“Saya cek dulu ke sana, karena saya sudah berapa hari ke sini,” tuturnya.

Sementara itu, Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haythar pun menyinggung harapan masyarakat Aceh yang masih menyimpan harapan soal disahkan bendera Aceh.

Hal itu disampaikannya di kediaman Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) setelah pemerintah menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk wilayah Aceh.

“Ya bagi orang-orang Aceh itu diharapkan bahwa bendera itu disahkan. Kami menunggu saja,” kata Malik usai bertemu dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, Selasa, 17/6/2025 malam.

Ia menyebut, hingga kini legalitas terkait bendera Aceh belum terselesaikan.

Walaupun, bendera Aceh menjadi salah satu poin dari Perjanjian Helsinki yang lalu diatur dalam Undang-Undang (UU) 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Tetapi, dirinya bersyukur karena pemerintah telah menyelesaikan sengketa empat pulau yang sebelumnya memicu ketegangan antara Aceh dan Sumut.

“Saya sebagai Wali Nanggroe Aceh mengucapkan Alhamdulillah, syukur Alhamdulillah di atas sudah selesainya masalah polemik empat pulau yang berlaku baru-baru ini dan dengan ini saya ucapkan terima kasih banyak kepada Pak Presiden, kepada petinggi-petinggi kita yang menyelesaikan masalahnya, termasuk juga Pak Mendagri,” ujar Malik.

Sebagai informasi, Perjanjian Helsinki adalah bentuk kesepakatan perdamaian antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang berkonflik sejak 1976.

Delegasi Indonesia dalam perundingan tersebut dihadiri oleh Hamid Awaluddin, Sofyan A. Djalil, Farid Husain, Usman Basyah, dan I Gusti Wesaka Pudja. Dari Pihak GAM adalah Malik Mahmud, Zaini Abdullah, M Nur Djuli, Nurdin Abdul Rahman, dan Bachtiar Abdullah.

Setelah perjanjian Helsinki, tindak lanjut pemerintah adalah mengesahkan Undang-Undang 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Dalam Pasal 246 Ayat (2) UU 11/2006 diatur, pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan.

“Bendera daerah Aceh sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh,” bunyi Pasal 246 ayat (3) UU 11/2006.

Dalam Pasal 4 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dijelaskan, bendera Aceh berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 dari panjang, dua buah garis lurus putih di bagian atas, dua buah garis lurus putih di bagian bawah, satu garis hitam di bagian atas, satu garis hitam di bagian bawah, dan di bagian tengah bergambar bulan bintang dengan warna dasar merah, putih dan hitam.

Makna Bendera Aceh sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 adalah sebagai berikut:

  1. Dasar warna merah, melambangkan jiwa keberanian dan kepahlawanan;
  2. Garis warna putih, melambangkan perjuangan suci;
  3. Garis warna hitam, melambangkan duka cita perjuangan rakyat Aceh;
  4. Bulan sabit berwarna putih, melambangkan lindungan cahaya iman; dan
  5. Bintang bersudut lima berwarna putih, melambangkan rukun Islam.*