Jumat, 18 Juli 2025
Menu

Fadli Zon Angkat Suara Usai Pernyataannya Tuai Polemik Terkait Tragedi Pemerkosaan 1998 Tidak Terjadi

Redaksi
Menteri Kebudayaan Fadli Zon didampingi oleh Wakil Menteri Giring Ganesha, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Usai Rapat dengan Komisi X DPR RI membahas Penulisan Ulang Sejarah Indonesia | Novia Suhari/Forum Keadilan
Menteri Kebudayaan Fadli Zon didampingi oleh Wakil Menteri Giring Ganesha, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Usai Rapat dengan Komisi X DPR RI membahas Penulisan Ulang Sejarah Indonesia | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon angkat suara setelah mendapatkan kecaman dari sejumlah pihak terkait pernyataan mengenai kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 tidak terbukti.

Fadli menghargai banyak pihak peduli terhadap sejarah. Menurut Fadli, tragedi pemerkosaan dan kekerasan massal terhadap perempuan selama kerusuhan Mei ’98 selama ini banyak silang pendapat.

Ia menjelaskan bahwa hasil investigasi majalah terkemuka belum menemukan fakta yang otoritatif terkait insiden itu dan laporan TGPF yang hanya menyebutkan angka tanpa data pendukung yang solid terutama di nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku.

Fadli mengaku mengutuk berbagai perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan. Ia mengatakan bahwa pernyataannya tidak berarti menegaskan kerugian atau menihilkan penderitaan korban.

“Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan,” kata dia lewat keterangan tertulis, Senin, 16/6/2025.

Fadli pun membantah telah menyangkal bentuk kekerasan seksual dan mengaku hanya menekankan sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.

“Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik,” jelasnya.

Ia juga membantah penghilangan narasi perempuan dalam buku Sejarah Indonesia yang tengah digarap di bawah Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).

Fadli menyebut buku penulisan ulang sejarah sebaliknya memperkuat dan menegaskan pengakuan terhadap peran dan kontribusi perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa.

Fadli menambahkan bahwa penulisan hingga Mei 2025, pembahasan mengenai gerakan, kontribusi, peran, dan isu-isu perempuan telah diakomodasi secara substansial dalam struktur narasi sejarah.

Tema-tema yang dibahas mencakup antara lain: kemunculan organisasi-organisasi perempuan pada masa kebangkitan nasional, termasuk Kongres Perempuan 1928 serta peran organisasi perempuan sebagai ormas; kontribusi perempuan dalam perjuangan diplomasi dan militer; dinamika perempuan dari masa ke masa; penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, hingga pemberdayaan dan kesetaraan gender dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (SDGs).

“Kami akan melakukan diskusi publik yang terbuka untuk menerima masukan dari berbagai kalangan, termasuk para tokoh dan komunitas perempuan, akademisi, dan masyarakat sipil,” katanya.

Diketahui sebelumnya, pernyataan Fadli dalam wawancara di suatu Media, pada Senin, 8/6/2025, Fadli Zon menilai bahwa tragedi pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998 hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti.

“Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon.

Ia pun mengakui pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan adanya pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.

“Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu,” lanjutnya.

Sebagai informasi, pemerintah tengah menggodok penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan.

Fadli mengatakan, penulisan ulang sejarah Indonesia akan mengedepankan pendekatan positif dibandingkan mencari kesalahan pihak-pihak tertentu dalam sejumlah peristiwa sejarah.

Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” kata Fadli saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu, 1/6/2025.*