KLH Segel dan Ancam Bawa ke Jalur Hukum Tambang Nikel di Raja Ampat

FORUM KEDAILAN – Menteri Lingkuhan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq resmi melakukan penyegelan terhadap tambang nikel yang berlokasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melaporkan hasil temuan mereka terhadap 4 perusahaan yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP). Adapun 4 perusahaan tersebut adalah PT GAG Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Terdapat salah satu perusahaan yang belum dapat dilaporkan oleh KLH, yaitu PT Nurham. Hal ini lantaran belum ada aktivitas pertambangan yang terekam di sana.
Pertama, aktivitas pengerukan nikel PT ASP di Pulau Manuran yang memiliki luar 1.173 hektare menjadi sorotan Hanif. Luas bukaan tambang di pulau ini mencapai 109,23 hektare.
Hanif mengatakan, mengingat luas wilayah Pulau Manuran terbilang kecil, pemulihan atau rehabilitasi bakal sulit untuk dilakukan.
Menurut catatan KLH, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tambang di Pulau Manuran, diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat pada 2006 lalu. Hanif mengaku, hingga saat ini KLH belum mengantongi dokumen itu.
“Pada saat dilakukan pengawasan memang ada kejadian settling pond yang jebol. Ini memang menimbulkan pencemaran lingkungan, kekeruhan pantai yang cukup tinggi, dan ini tentu ada konsekuensi yang harus ditanggung jawab oleh perusahaan tersebut. Ini sudah diberikan papan penyegelan dari teman-teman penegakan hukum,” ungkap Hanif dalam Media Briefing di Hotel Pullman Jakarta, Minggu, 8/6/2025.
“Agak serius ini kondisi lingkungannya untuk Pulau Manuran (akibat) kegiatan penambangan nikel yang dilakukan. Selain pulaunya kecil, pelaksanaan kegiatan penambangannya kurang hati-hati sehingga ada potensi pencemaran lingkungan yang agak serius,” jelas Hanif.
KLH melakukan penyegelan pada masa kunjungannya ke Raja Ampat pada 26-31 Mei 2025 lalu. Hanif mengungkapkan bahwa saat ini, pengambilan sejumlah sampel untuk uji coba, pengecekan oleh para ahli, hingga proyeksi kerugian dan kerusakan yang timbul juga tengah dilakukan.
“Untuk kita simpulkan apakah ini lari kepada penindakan pidana, perdata, ataupun sanksi administrasi pemerintah. Sehingga biasanya diperlukan waktu agak lama karena mulai dari pengambilan sampel membawa ke lab, menunggu hasil lab, kemudian menghadirkan saksi ahli karena harus bersaksi di pengadilan,” tutur dia.
Kedua, PT KSM yang berada di Pulau Kawe seluas 5.922 hektare memiliki IUP dengan bukaan tambang 89,29 hektare. Izin lingkungannya diperoleh dari pemerintah daerah dalam bentuk Putusan Bupati Raja Ampat Nomor 289 Tahun 2023.
PT KSM, beber Hanif, ternyata melanggar aturan lantaran membuka lahan tambahan seluas 5 hektare. Hal ini dilakukan di luar persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH). Hanif menegaskan bahwa pemerintah akan meninjau kembali izin lingkungan PT KSM tersebut.
“Sebagai yurisprudensi hukumnya bahwa ini berada di pulau-pulau kecil dengan segala potensinya, kita perlu tinjau kembali persetujuan lingkungannya. Kemudian, karena ada pelanggarannya tentu ada potensi dikenakannya penegakan hukum pidana lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan kegiatan yang melebihi batas yang diberikan pemerintah,” beber Hanif.
Ketiga, PT MRP melakukan penambangan di dua lokasi, yakni di Pulau Manyaifun seluas 21 hektare dan di Pulau Batang Pele 2.031 hektare. Total IUP yang dikantongi PT MRP yaitu, 2.193 hektare.
KLH mencatat, terdapat 10 titik kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh PT MRP tanpa adanya PPKH. Tidak ada dokumen ataupun persetujuan lingkungan dari aktivitas tambang di sana.
“Kita juga telah menghentikan kegiatan eksplorasi yang dilakukan di PT MRP untuk menghentikan kegiatannya lebih lanjut. Kita hanya menghentikan saja karena belum ada aktivitas apa-apa di kegiatan MRP ini,” kata Hanif.
Sementara itu, PT GAG Nikel diperlakukan berbeda oleh KLH. Hal ini lantaran PT GAG adalah anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam). Hanif pun mengklaim bahwa pada tambang ini, tidak ada kerusakan lingkungan yang terlalu serius.
Hanif membeberkan, luas bukaan di Pulau Gag yang dipantau melalui citra satelit dan drone hanya 187,87 hektare. Luas Pulau Gag sendiri mencapai 6.030 hektare.
“Memang kelihatannya pelaksanaan kegiatan tambang nikel di PT GN (GAG Nikel) ini relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan. Artinya, bahwa tingkat pencemaran (di Raja Ampat) yang nampak oleh mata itu hampir tidak terlalu serius,” jelas dia.
Perbedaan perlakuan ini juga dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang pekan ini langsung turun ke Raja Ampat.
KLH pun kemudian akan melakukan peninjauan kembali terhadap izin lingkungan bagi penambang di PT GAG Nikel.
Walaupun demikian, Hanif menyinggung Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menegaskan terkait larangan melakukan kegiatan tambang di pulau kecil.
“Putusan MA itu menganggap bahwa pelaksanaan pelarangan kegiatan penambangan di pulau kecil ini dilakukan tanpa syarat. Jadi, tidak boleh dilakukan kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil. MK memperkuat putusan MA tersebut. Artinya, ini ada yurisprudensi hukum bahwa terkait dengan kegiatan-kegiatan ini memang menjadi hal yang dilarang,” tegas Hanif.
“Nanti kita akan diskusikan lebih lanjut dengan teman-teman dari Kementerian ESDM, (Kementerian) Kehutanan, serta KKP karena melibatkan 3 kementerian. Jadi, tidak kemudian kita langsung ambil langkah,” pungkas Hanif.*
Laporan oleh: Puspita Candra Dewi