Selasa, 24 Juni 2025
Menu

Dianggap Penuhi Kaidah Tata Lingkungan, KLH Klaim Penambangan di Raja Ampat Tak Berdampak Serius

Redaksi
Penambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya | Ist
Penambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengklaim tidak ada dampak serius kepada lingkungan akibat penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Ia belum mendatangi langsung lokasi tersebut, tetapi dirinya sudah menurunkan tim dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada 26-31 Mei 2025 lalu. Tingkat pencemaran yang diklaim Hanif ini tercermin dari tambang Garapan PT GAG Nikel (GN) yang merupakan anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam).

“Memang kelihatannya pelaksanaan kegiatan tambang nikel di PT GN (GAG Nikel) ini relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan,” beber Hanif dalam Media Briefing di Hotel Pullman Jakarta, Minggu, 8/6/2025.

“Artinya, bahwa tingkat pencemaran (di Raja Ampat) yang nampak oleh mata itu hampir tidak terlalu serius,” klaim dia.

Luas area penambangan PT GN di Pulau Gag yang tercatat oleh KLH Mencapai 6.300 hektare. Adapun luas bukaan tambang yang terpantau oleh citra satelit dan drone adalah 187,87 hektare.

Hanif yakin bahwa proses penambangan yang dilakukan oleh PT GN telah menaati aturan yang berlaku. Walaupun tetap ada peluang pelanggaran, Hanif menekankan bahwa hal tersebut hanyalah berada pada level minor.

“Tetapi ini dari pandangan mata. Tentu masih perlu dilakukan kajian-kajian mendalam karena sedimentasi itu sudah menutupi permukaan-permukaan koral. Ada beberapa langkah yang harus kita lakukan,” ujar Hanif.

“Secara umum, semua pulau ini dikelilingi oleh koral. Koral sebagai suatu habitat yang memang harus kita jaga benar keberadaannya, demikian sangat pentingnya buat kehidupan kita semua, terutama yang bermuara nanti di laut,” lanjut dia.

Meskipun demikian, tim KLH menekankan, seluruh urusan teknis telah dipenuhi oleh PT GN, seperti izin usaha pertambangan (IUP) hingga persetujuan pinjam pakai lahan.

Perusaan tersebut juga memperoleh hak spesial dari negara, yaitu menjadi salah satu dari 13 perusahaan yang diperbolehkan mengeruk hasil alam di kawasan hutan lindung. Padahal pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sudah jelas melarang. Kemudian, relaksasi diberikan pada UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2004.

“PT GN ini secara status berada di kawasan hutan lindung. Nanti secara teknis tentu Bapak Menteri Kehutanan (Raja Juli Antoni) akan memberikan penjelasan kepada kita,” kata dia.

Tetapi, analisis Greenpeace menerangkan bahwa ekspolitasi nikel yang dilakukan di Pulau Gag, Kawe, hingga Manuran setidaknya sudah menghabiskan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas pulau-pulau tersebut.

Lewat pernyataan resminya, Greenpeace menyebutkan bahwa beberapa dokumentasi menunjukkan limpasan tanah. Hal ini memicu sedimentasi di pesisir-pesisir yang berpotensi merusak karang sampai ekosistem perairan di Raja Ampat akibat dari pembabasan hutan dan pengerukan tanah.*

Laporan oleh: Puspita Candra Dewi