Minggu, 22 Juni 2025
Menu

Sidang PPDS Undip Ungkap Pungli Rp2,4 M

Redaksi
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sidang kasus bullying hingga berujung dugaan bunuh diri dr Risma Aulia di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), yang digelar pada Senin, 26/5/2025 di Pengadilan Negeri Semarang telah mengungkap sejumlah fakta persidangan.

Sidang tersebut menghadirkan tiga terdakwa yaitu eks Ketua Program (Kaprodi) Studi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip Semarang Taufik Eko Nugroho, Sri Maryani sebagai staf administrasi dan dokter senior Zara Yupita.

Eks Kaprodi Taufik Eko Nugroho didakwa melakukan pungutan liar (pungli) terhadap mahasiswa PPDS pada kurun waktu 2018-2023.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Semarang Shandy Handika, pungutan yang disebut-sebut sebagai biaya operasional pendidikan tersebut yang mencapai Rp2,4 miliar.

“Tiap mahasiswa program PPDS diwajibkan membayar Rp80 juta yang diperuntukkan bagi ujian serta persiapan akademik,” ujarnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin.

Jaksa mengatakan bahwa pengumpulan dan pengelolaan biaya operasional pendidikan yang tidak berdasar hukum dilakukan terdakwa sejak menjabat Ketua Program Studi pada 2018.

Dana itu diterima dari para dokter residen yang dikumpulkan melalui bendahara angkatan, yang selanjutnya diserahkan kepadaSri Maryani, staf administrasi Prodi Anestesiologi.

“Terdakwa Sri Maryani menerima dana dari berbagai bendahara angkatan dan bendahara utama secara tunai dengan jumlah total mencapai Rp 2,49 miliar,” jelasnya.

Ia mengatakan bahwa seluruh penerimaan dan pengeluaran uang dalam biaya operasional pendidikan itu tercatat dalam buku bersampul batik warna kuning milik terdakwa Sri Maryani atau tidak masuk rekening universitas.

Dari biaya operasional pendidikan yang dihimpul dari para mahasiswa PPDS tersebut dan terdakwa Taufik menerima uang untuk keperluan pribadinya dengan total mencapai Rp177 juta.

Menurut Jaksa, terdakwa telah melakukan pemaksaan terhadap mahasiswa peserta PPDS beserta tidak memberikan penjelasan tentang mekanisme secara transparan.

“Para mahasiswa tidak mengetahui peruntukan alokasi dana yang diserahkan. Mahasiswa tidak berani bertanya ataupun menolak,” ujarnya.

Atas perbuatannya, Taufik dan Sri Maryani terdakwa dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan atau Pasal 378 KUHP tentang penipuan atau Pasal 335 KUHP tentang pemaksaan.

Terhadap dakwaan itu, para terdakwa tidak mengajuukan eksepsi dan meminta agar persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan perkara.

Untuk terdakwa Zara Yupita, JPU Shandy mendakwa dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan, Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Jaksa Shandy mengatakan Zara adalah kakak pembimbung mendiang Aulia. Shandy pun mengungkapkan ada biaya joki untuk mengerjakan tugas dokter senior PPDS yang nilainya sebesar Rp88 juta.

Shandy menjelaskan uang yang digunakan untuk membiayai joki tugas tersebut berasal dari dokter junior program PPDS.

Tugas dokter senior yang dikerjakan dengan menggunakan jasa joki tersebut terdiri dari dua pekerjaan yang masing-masing dibayar Rp11 juta dan Rp77 juta.

Diketahui, terdakwa Zara Yupita yang merupakan mahasiswa PPDS angkatan 76 memberikan arahan kepada mahasiswa angkatan 77 yang salah satunya Aulia Risma Lestari, residen program pendidikan tersebut yang diduga meninggal dunia akibat bunuh diri pada Agustus 2024 lalu.

“Terdakwa pernah menyampaikan doktrin kepada angkatan 77 melalui aplikasi Zoom tentang adanya aturan di internal PPDS Undip,” katanya.

Dalam persidangan juga terungkap tentang Pasal dan tata krama anestesi PPDS Undip yang disampaikan oleh terdakwa Zara Yupita kepada juniornya.

Pasal dan tata krama anestesi itu antara lain berisikan Pasal 1, ‘Senior tidak pernah salah’. lalu, dokter junior dilarang mengeluh.

“Jika masih mengeluh, siapa suruh masuk anestesi. Dokter junior hanya bisa menjawab ya dan siap. Selain itu, hal-hal yang enak hanya untuk senior,” tambahnya.

Jaksa mengatakan senioritas dan indoktrinasi di PPDS Undip tersebut adalah bentuk intimidasi terselubung.

“Penolakan terhadap aturan tersebut akan berdampak terhadap akademik para dokter junior,” lanjutnya.

Dokter Aulia Risma Lestari yang merupakan bendahara angkatan 77 mengumpulkan uang iuran dari pada peserta PPDS di tahun 2022 dengan nilai mencapai Rp864 juta.

Diketahui, selain membiayai joki tugas, uang tersebut juga digunakan untuk membeli makan para dokter senio yang bertugas selama menjalani pembelajaran di tahun tersebut beserta kebutuhan lainnya yang tidak diatur secara resmi.

Diberitakan sebelumnyam Polda Jateng telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus dugaan bullying dan pemerasan yang mengakibatkan tewasnya mahasiswa PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma. Ketiga tersangka adalah Kaprodi hingga senior Aulia.

“Ditreskrimum Polda Jawa Tengah telah menetapkan 3 tersangka kasus PPDS program pendidikan dokter spesialis, yaitu 1 saudara TE, kedua saudari SM, ketiga saudari Z,” kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto di Mapolda Jateng, Semarang, Selasa, 24/12/2024.*