Sabtu, 14 Juni 2025
Menu

Kasus Dugaan Suap Ketua DPD dan MPR 2024 Masih Mandek, KPK Beri Penjelasan

Redaksi
M Fithrat Irfan usai menyerahkan bukti baru ke KPK, Jumat, 7/3/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
M Fithrat Irfan usai menyerahkan bukti baru ke KPK, Jumat, 7/3/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum menyampaikan perkembangan signifikan terkait dugaan suap dalam pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2024.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa belum adanya perkembangan dalam kasus tersebut disebabkan karena setiap laporan yang masuk harus melalui tahapan verifikasi dan penelaahan secara berlapis sebelum dapat ditindaklanjuti lebih lanjut.

“Setiap laporan pengaduan yang diterima KPK, selanjutnya akan dilakukan verifikasi atas validitas informasi dan keterangan yang disampaikan pelapor,” ujar Budi kepada Forum Keadilan, Kamis 8/5/2025.

Setelah tahap verifikasi, KPK akan melakukan telaah dan analisis untuk menilai apakah laporan tersebut mengandung dugaan tindak pidana korupsi dan termasuk dalam ranah kewenangan KPK.

Namun, Budi menekankan bahwa seluruh proses pengaduan masyarakat bersifat tertutup dan tidak dapat diungkap ke publik.

“Rangkaian proses di pengaduan masyarakat merupakan informasi yang dikecualikan untuk disampaikan kepada masyarakat. Update tindak lanjutnya hanya bisa disampaikan kepada pelapor,” katanya.

Sebelumnya, M Fithrat Irfan, seseorang yang mengaku sebagai mantan staf di DPD RI, melapor ke KPK terkait dugaan suap dalam proses pemilihan Ketua DPD RI 2024-2029. Irfan menyebut, uang itu mengalir ke setidak-tidaknya 95 anggota DPD RI.

Irfan datang ke KPK bersama kuasa hukumnya, Aziz Yanuar, pada Selasa, 18/2. Dia mengaku melaporkan mantan bosnya berinisial RAA, yang merupakan senator dari Sulawesi Tengah.

“Saya melaporkan salah satu anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, inisialnya RAA, indikasinya itu beliau menerima dugaan suap dari untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang yang ada, yang anggota Dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya,” kata Irfan di KPK.

Irfan mengatakan, satu orang anggota DPD RI dijatah US$13 ribu yang dimaksudkan agar memberikan suara untuk pemilihan Ketua DPD RI serta Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI. Uang itu disebutnya berasal dari pihak yang ingin memenangkan pemilihan Ketua DPD RI.

“Untuk Ketua DPD RI itu ada nominal US$5.000 per orang dan untuk Wakil Ketua MPR itu ada US$8.000. Jadi ada US$13 ribu total yang diterima oleh (mantan) bos saya. (Mantan) bosnya satu di antara 95 (orang) yang diterima,” kata Irfan.

“Transaksinya itu door to door ke kamar-kamar ya dari anggota dewan itu. Jadi uang itu ditukarkan dengan hak suara mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini. Memilih Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD,” imbuhnya.*

Laporan Muhammad Reza