Kejagung Periksa Eks Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati Hari Ini

FORUM KEADILAN – Eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan bahwa penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa Nicke pada hari ini, Selasa, 6/5/2025.
Kata Harli, Nicke telah memenuhi panggilan tersebut. Walaupun begitu, Harli tidak membeberkan secara rinci terkait apa materi pemeriksaan yang didalami terhadap Nicke.
“Penyidikan terjadwal hari ini. Sudah datang,” ungkap Harli kepada media di Kejagung, Jakarta Selatan.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya adalah petinggi dari anak usaha atau suhbholding Pertamina.
Keenamnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin.
Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung mengungkapkan total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya adalah kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, lalu kemudian Impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Di sisi lain, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp90 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Kejagung menjelaskan sembilan tersangka tersebut bersekongkol untuk melakukan impor minyak mentah tidak sesuai dengan prosedur dan mengolah dengan prosedur yang tidak semestinya.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.*