FORUM KEADILAN – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menafsirkan ulang sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dinilai sebagai langkah maju dalam melindungi kebebasan berekspresi. Namun, tantangan implementasi dan potensi kriminalisasi masih membayangi.
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Nenden Sekar Arum menyebut, putusan MK ini sebagai ‘kemenangan parsial’ bagi kebebasan berekspresi, terutama dalam konteks kritik institusi dan mencegah kriminalisasi karena kerusuhan digital.
Meski demikian, ia menilai bahwa putusan ini belum sepenuhnya menjamin perlindungan bagi masyarakat.
“Putusan ini masih ada tantangannya. Penegak hukum bisa gagal memahami tafsir baru MK atau masih memakai tafsir lama, apalagi tanpa pelatihan/pedoman teknis baru,” kata Nenden saat dihubungi Forum Keadilan, Jumat, 2/5/2025.
Ia menyebut, aparat penegak hukum masih bisa memproses kasus pencemaran nama baik dengan memakai pasal lama. Walaupun bisa dibatalkan di pengadilan, kata dia, hal tersebut bisa merugikan korban UU ITE.
“Meski nantinya bisa dibatalkan di pengadilan, kerugian seperti penangkapan, persekusi, atau stigma sudah terjadi dan itu merugikan korban,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pasal pencemaran nama baik tetap berlaku untuk individu, meskipun lembaga tidak bisa lagi menggunakannya untuk menjerat kritik.
“Kritik terhadap tokoh publik sebagai individu tetap bisa dijerat. Bahkan lembaga bisa saja meminjam tangan individu, seperti staf atau pejabatnya, untuk melaporkan kritik sebagai pencemaran nama baik pribadi,” jelasnya.
Menurutnya, celah hukum ini berpotensi membuat masyarakat tetap takut berbicara, karena ancaman stigma, doxing, atau tekanan sosial masih belum dijawab oleh hukum.
“Masih ada celah hukum dan praktik kriminalisasi yang mungkin tetap bisa terjadi, terutama lewat delik personal dan kelemahan budaya hukum di tingkat aparat,” ujarnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang diajukan aktivis lingkungan Karimunjawa sekaligus korban UU ITE, Daniel Frits Maurits Tangkilisan soal UU ITE.
Dalam putusannya, MK menyatakan pasal menyerang kehormatan yang diatur dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat 4 UU ITE tak berlaku bagi lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan indentitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat memerlukan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran.
Di sisi lain, kritik terhadap kebijakan pemerintah merupakan hal yang penting untuk penyeimbang ataupun sebagai kontrol publik yang dijamin dalam negara hukum dan berdemokratis.*
Laporan Syahrul Baihaqi