FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan berkas perkara kasus proyek Pagar Laut di Tangerang kepada penyidik Polri karena dinilai belum memenuhi petunjuk yang diberikan. Kejagung menilai kasus ini mengandung unsur tindak pidana korupsi dan meminta agar dilimpahkan ke Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor).
Direktur A pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Nanang Ibrahim Soleh menyebut bahwa berkas perkara tersebut dikembalikan pada 14 April, 4 hari setelah penyidik Polri mengirimkan kembali berkas perkara tersebut.
“Mengingat petunjuk kita tidak dipenuhi, akhirnya kemarin tetap kita kembalikan,” ujar Nanang kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Rabu, 16/4/2025.
Sebagai informasi, Kejagung telah mengembalikan berkas perkara dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus pagar laut Tangerang pada 25 Maret 2025.
Nanang menilai bahwa kasus pagar laut ini merupakan perkara tindak pidana korupsi karena mengandung unsur suap, pemalsuan, dan penyalahgunaan wewenang.
“Perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi. Sekali lagi, perkara tindak pidana korupsi,” ucapnya.
Ia merujuk pada Pasal 25 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa perkara korupsi sebagai lex specialis harus diprioritaskan.
“Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortas Tipidkor. Apalagi Kortas Tipikor sudah menyampaikan bahwa mereka sedang menangani. Jadi tinggal koordinasi dengan pidana khusus,” katanya.
Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro berkeyakinan bahwa tidak ada unsur tindak pidana korupsi dalam kasus pagar laut Tangerang.
Ia menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli, termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah pagar laut Tangerang, belum ditemukan indikasi kerugian negara.
“Kita diskusikan kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka (BPK) belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” ucap Djuhandhani, Kamis, 10/4.*
Laporan Syahrul Baihaqi