Hakim PN Surabaya Ungkap ‘Satu Pintu’ di Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

FORUM KEADILAN – Hakim non aktif pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Mangapul mengungkap istilah satu pintu dalam kasus suap pemberian vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur yang membunuh kekasihnya, Dini Sera.
Hal itu ia ungkapkan saat dirinya dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Heru Hanindyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Selasa, 8/4/2025.
Adapun dalam kasus ini, 3 hakim pembebas Ronald Tannur yang dipimpin oleh Erintuah Damanik dengan dua anggota Mangapul dan Heru Hanindyo menjadi terdakwa di kasus tersebut.
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan perihal musyawarah majelis hakim untuk menyatakan perkara tersebut bebas dan saksi Erintuah lantas mengatakan akan dilakukan dalam satu pintu.
Mangapul menjelaskan bahwa majelis hakim melakukan dua kali musyawarah terkait vonis bebas Ronald Tannur. Adapun musyawarah pertama dilakukan setelah sidang pemeriksaan terdakwa, dan kedua setelah sidang pembacaan tuntutan.
“Kami kumpul lagi di ruangan Pak Erin (Erintuah Damanik) membahas perkara ini kan awalnya sudah menyatakan pendapat bebas, tapi disitu lagi dipastikan lagi apakah memang pendapatnya bebas, akhirnya kami sama seperti kemarin, sepakat bebas di situ baru ada kata-kata itu (satu pintu),” katanya dalam persidangan.
JPU lantas memperjelas arti satu pintu yang dimaksud oleh terdakwa yang mana kata tersebut diartikan sebagai uang.
“Satu pintu dalam artian memang Pak Erintuah nggak tegas mengatakan, tapi saya sudah paham maksudnya, akan bertemu dengan Lisa Rachmat (pengacara Ronald Tannur) untuk menerima apa itu, ucapan terima kasih. Uang,” katanya.
Setelah itu, jaksa menanyakan kapan draft putusan tersebut diserahkan ke dirinya dan Heru. Namun, Mangapul tidak mengingatnya dan menyebut bahwa mereka bermusyawarah untuk menyatakan vonis bebas untuk Ronald Tannur.
Mangapul mengiyakan hal tersebut dan menambahkan bahwa Heru bertugas untuk merevisi vonis tersebut dan dirinya hanya menemani Heru.
JPU lantas menanyakan apakah pembagian uang yang telah dijanjikan diberikan dua minggu setelah pembacaan putusan, Mangapul membantah bahwa pembagian tersebut tidak ada.
“Pembagian itu nggak ada, nggak ada kami apa, apa namanya tentukan. Semua waktu itu, ya ini saya pribadi ya, saya sendiri berpendapat dari dalam hati saya. Itu ya karena sudah Pak Damanik menyatakan satu pintu, ya beliau lah nanti yang ini, yang bertemu,” katanya.
Setelah dicecar pertanyaan ulang apakah pembagian uang dilakukan setelah dua minggu setelahnya, Mangapul terus membantah dan menyebut bahwa hal tersebut merupakan satu pintu, yaitu dilakukan oleh Erintuah Damanik.
“Yang penting ada faktanya kami, setelah beliau satu pintu selang berapa hari, berapa minggu saya lupa, kami dipanggil ke ruangan beliau. Dan waktu itu ada berapa rekan hakim disitu, dan akhirnya disepakati. Disitulah terjadi pembagian itu,” katanya.
Untuk diketahui, ketiga hakim pembebas Ronald Tannur didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar dan S$308 ribu (sekitar Rp3,67 miliar). JPU menduga hadiah atau janji itu untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada tiga hakim tersebut.
JPU menilai, Erintuah Damanik juga menerima uang gratifikasi. Uang yang diterima itu sebesar Rp97,5 juta, S$32 ribu, dan RM35.992,25.
Sedangkan Mangapul didakwa menerima gratifikasi. Ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp21,4 juta, US$2.000, dan S$6.000.
Sementara Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp104.500.000 atau Rp104,5 juta, US$18.400, S$19.100, ¥100.000, €6.000, dan SR21.715.
Ketiganya didakwa menerima suap ihwal vonis bebas Ronald Tannur yang melanggar Pasal 12c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas penerimaan gratifikasinya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*
Laporan Syahrul Baihaqi