FORUM KEADILAN – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengamankan sedikitnya 35 ribu jenis makanan yang melanggar peraturan selama periode pengawasan mulai dari 24 Februari hingga 19 Maret 2025, dan telah melakukan pemeriksaan terhadap 1.190 sarana peredaran pangan olahan di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, menurut Kepala BPOM RI Taruna Ikrar di antaranya 814 sarana (68,4 persen) dinyatakan memenuhi ketentuan (MK), sementara 376 sarana (31,6 persen) tidak memenuhi ketentuan (TMK). Sarana TMK terdiri dari 230 ritel modern (38,4 persen), 126 ritel tradisional (34,6 persen), 17 gudang distributor (7,9 persen), 2 gudang importir, dan 1 gudang e-commerce.
“Kami menemukan 376 sarana yang menjual produk TMK, termasuk pangan olahan tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak, dengan total 35.534 pieces. Nilai temuan di sarana peredaran offline ini diperkirakan lebih dari 500 juta rupiah.” katanya dalam konferensi pers, di Kantor BPOM RI, Jakarta, Jumat, 21/3/2025.
Ia mengatakan temuan terbesar adalah pangan olahan TIE sebanyak 55,7 persen (19.795 olahan), produk kedaluwarsa 40,2% (14.300 olahan), dan pangan rusak 4,1% (1.439 olahan).
Pangan olahan TIE banyak ditemukan di Jakarta, Batam, Tarakan, Balikpapan, dan Pontianak. Mayoritas produk di Jakarta berasal dari Cina, seperti biskuit dan manisan buah, serta dari Arab Saudi seperti bumbu, kembang gula, dan bahan tambahan pangan (BTP).
“Tahun lalu, temuan pangan TMK hanya 28 persen, tapi tahun ini meningkat menjadi 31 persen,” ujar Kepala BPOM.
Produk TIE juga banyak ditemukan di daerah perbatasan, terutama di Batam, Tarakan, Balikpapan, dan Pontianak. Sebagian besar berasal dari Malaysia, termasuk minuman serbuk, minuman berperisa, dan kembang gula.
“Hal ini menunjukkan bahwa masih ada jalur ilegal di wilayah ini dan diperlukan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif,” jelasnya.
Sementara itu, produk kedaluwarsa paling banyak ditemukan di Manokwari (16,13 persen dari total temuan 14.300 olahan), diikuti Kabupaten Bungo, Jambi (14,25 persen), Kupang (12,83 persen), Bandung (6,64 persen), dan Palangkaraya (5,99 persen).
Jenis pangan yang sering ditemukan kedaluwarsa meliputi mi instan, minuman serbuk berperisa, bumbu penyedap rasa, bahan tambahan pangan (BTP), dan susu ultra-high temperature (UHT).
Kemudian, pangan olahan rusak banyak ditemukan di Mataram, Kabupaten Bungo, Mamuju, Surabaya, dan Merauke. Produk yang rusak meliputi krimer kental manis, yogurt, olahan ikan dalam kaleng, susu UHT, dan susu kental manis.
Selain pengawasan offline, BPOM juga melakukan patroli siber untuk menindak pangan ilegal yang dijual secara online. Sebanyak 4.374 tautan di platform e-commerce ditemukan menjual pangan TIE dengan nilai ekonomi mencapai Rp15,9 miliar. Produk-produk ini mayoritas berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia.
BPOM juga melakukan pengujian cepat (rapid test kit) terhadap jajanan takjil di 462 lokasi dengan total 2.313 pedagang yang disampling. Dari 4.958 sampel yang diuji, sebanyak 4.862 sampel (98,06 persen) memenuhi syarat, sementara 96 sampel (1,94 persen) tidak memenuhi syarat.
“Sampel yang tidak memenuhi syarat mengandung bahan berbahaya seperti formalin (49 sampel), boraks (24 sampel), dan pewarna rhodamin B (23 sampel),” pungkasnya.*
Laporan Novia Suhari