Kamis, 19 Juni 2025
Menu

KKP: Baru Ada 829 Obat Ikan yang Terdaftar, Didominasi Produk Impor

Redaksi
Direktur Ikan Air Tawar DJPB KKP, Ujang Komarudin Asdani Kartamiharja, di kantor KKP, Jakarta, Rabu, 26/2/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Direktur Ikan Air Tawar DJPB KKP, Ujang Komarudin Asdani Kartamiharja, di kantor KKP, Jakarta, Rabu, 26/2/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, hingga saat ini terdapat 829 merek obat ikan yang telah terdaftar secara resmi. Direktur Ikan Air Tawar DJPB KKP Ujang Komarudin Asdani Kartamiharja menyebut, angka ini sebagai pencapaian yang cukup baik dalam pengelolaan obat ikan di Indonesia.

“Sampai saat ini, ada 829 merek obat yang terdaftar di KKP. Ini angka yang cukup bagus saya pikir,” katanya dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta, Rabu, 26/2/2025.

Dari jumlah tersebut, Ujang merinci bahwa 545 di antaranya merupakan premiks atau vitamin mineral, 99 farmasetik, 104 probiotik, 56 biologik, dan 25 obat alami. Menurutnya, dominasi premiks dalam daftar obat ikan menjadi indikasi positif bagi industri pengelolaan obat ikan.

“Saya melihat bahwa banyaknya premiks yang terdaftar ini adalah preseden baik untuk kegiatan pengelolaan obat. Karena premiks itu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan ikan,” jelasnya.

Selain itu, Ujang juga mengungkapkan bahwa kandungan antibiotika dalam obat ikan saat ini sudah jauh berkurang, hanya sekitar 10 persen. Hal ini dilakukan untuk menjamin keamanan pangan dan memastikan produk perikanan yang dikonsumsi masyarakat bebas dari residu obat.

“Dulu sering ditemukan residu antibiotik dalam produk ikan. Sekarang sudah tidak ada lagi,” tambahnya.

Namun, Ujang mengakui bahwa saat ini obat ikan impor masih lebih banyak digunakan dibandingkan dengan obat produksi dalam negeri. Dari total obat yang terdaftar, sekitar 55 persen merupakan produk impor, sedangkan 45 persen sisanya berasal dari dalam negeri.

“Sedikit lebih banyak dari impor. Dari yang sudah terdaftar, ada sekitar 55 persen itu impor, dan 45 persen dalam negeri,” ungkapnya.

Meski demikian, Ujang menekankan bahwa industri obat ikan dalam negeri memiliki potensi besar untuk berkembang, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga untuk ekspor.

“Potensinya sangat menjanjikan dan terbuka lebar. Bisa juga untuk diekspor,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari