Dirut Pertamina Jadi Tersangka, BUMN Akui Belum Komunikasi dengan Kejagung

FORUM KEADILAN – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengakui belum berkomunikasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penetapan tiga Direktur Utama Subholding PT Pertamina sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
Menurut Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla, hingga saat ini pihaknya baru menjalin komunikasi dengan Pertamina terkait kasus tersebut.
“Sejauh ini belum (komunikasi) ke Kejagungnya,” kata Putri kepada wartawan di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa, 25/2/2025.
Putri menambahkan bahwa Kementerian BUMN masih terus berkoordinasi dengan Pertamina dan belum bisa memberikan keterangan lebih jauh.
“Kementerian BUMN sejauh ini terus berkomunikasi dengan Pertamina. Maaf, kita belum bisa memberikan keterangan lebih jauh mengenai hal ini. Kita masih berkomunikasi,” katanya.
Meski demikian, Putri menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan informasi resmi jika ada perkembangan lebih lanjut.
“Jadi nanti kalau kita sudah dapatkan informasi lebih lanjut, lebih jauh lagi, kita akan berikan informasinya,” tutupnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023.
Ketujuh tersangka tersebut adalah, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi, Vice President (VP) Feedstock Management PT KPI Agus Purwono, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Keery Andrianto Riza, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Komisaris PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.
Kejagung mengungkapkan bahwa kasus ini berawal dari dugaan praktik kolusi antara PT Pertamina melalui subholding-nya dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menghindari penawaran minyak bumi secara transparan.*
Laporan Novia Suhari