Hadapi EUDR, Pelaku Usaha Karet Siap Melenting

Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute Hendy Endarwan. Ist
Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute Hendy Endarwan. Ist

Hendy Endarwan

Praktisi Industri Karet/Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute

 

Harga karet dunia kembali menunjukkan tren kenaikan, memberikan kabar gembira bagi para petani rakyat. Meskipun belum mencapai tingkat seperti di masa keemasan tahun 2012-an, kenaikan ini telah memberikan harapan baru bagi petani. Pada 10 Februari 2025, harga karet di Singapore Commodity Exchange (SICOM) sudah menyentuh USD196 per kuintal. Setahun silam, harga karet hanya sekitar USD130 per kuintal.

Nah, dengan harga yang lebih tinggi, petani tentu dapat meningkatkan pendapatan mereka, sehingga, pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Menurut data dari Statista, produksi karet alam Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 2,651 ribu ton. Dengan kenaikan harga karet, pendapatan petani dapat meningkat secara signifikan.

Namun, kendati kenaikan harga karet membawa kabar baik, petani karet di Indonesia tidak boleh terlena dengan situasi ini. Pelaku usaha karet di dalam negeri sebaiknya memanfaatkan kenaikan harga untuk memenuhi standar EUDR (European Union Deforestation Regulation) kalau mau produknya tetap laku di benua biru.

EUDR adalah regulasi dari Uni Eropa yang bertujuan untuk menghentikan deforestasi global dan memastikan bahwa produk yang dijual di Eropa tidak menyebabkan deforestasi. Tadinya, aturan ini akan diberlakukan mulai Januari 2025. Untungnya itu tidak jadi. Uni Eropa memutuskan penundaan hingga setahun ke depan, mulai Januari 2026.

Regulasi EUDR ini akan berdampak besar pada ekspor karet Indonesia. Eropa menilai karet sebagai salah satu komoditas yang memiliki risiko tinggi terhadap perusakan hutan. EUDR mengharuskan produk karet yang diekspor ke Uni Eropa bebas dari deforestasi dan memiliki rantai pasok yang transparan.

Dwi Sutoro, Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), menyatakan, proses due diligence EUDR mungkin bukan masalah besar bagi perusahaan-perusahaan besar. Kebun karet PTPN sudah berkali-kali disertifikasi oleh berbagai pihak dan telah menerapkan sistem traceability yang terintegrasi dalam skema e-farming. Namun, bagi petani kecil yang menyuplai lebih dari 80 persen bahan baku karet nasional, EUDR jelas momok menakutkan.

Mau tak mau, petani karet kini harus mempersiapkan diri untuk memenuhi standar EUDR. Penundaan penerapan EUDR hingga tahun 2026 memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk berbenah dan memenuhi standar yang ditetapkan. Petani harus memanfaatkan waktu ini untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan.

Jadi, petani karet di Indonesia perlu mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan. Ini meliputi pengelolaan lahan yang ramah lingkungan, penggunaan teknologi yang lebih efisien, dan pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk mendukung petani dalam memenuhi standar EUDR, termasuk memberikan bantuan teknis dan pelatihan.

Masalahnya, penerapan EUDR tak semudah membalik telapak tangan. Untuk memenuhi standar EUDR, diperlukan investasi besar dalam sistem traceability (ketelusuran) berbasis teknologi satelit, blockchain, serta sertifikasi keberlanjutan seperti Forest Stewardship Council (FSC) atau PEFC.

Perkiraan investasi di dalam  negeri, untuk menyesuaikan industri karet dengan EUDR berkisar antara Rp5-10 triliun, mencakup infrastruktur digital, peremajaan lahan dengan teknik agroforestri, serta peningkatan kapasitas petani kecil yang menyuplai lebih dari 80 persen bahan baku karet nasional. Teknologi pendukung dapat diperoleh dari negara-negara maju seperti Jerman, Belanda, atau Jepang yang memiliki sistem monitoring lahan berbasis AI dan IoT yang lebih maju.

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi krusial. Dalam laporan “Menjaga Lentur Karet Indonesia”, yang disusun oleh NGO Satyabumi, dinyatakan bahwa dalam satu dekade terakhir, industri karet di Indonesia menghadapi penurunan daya saing yang disebabkan oleh penurunan produktivitas.

Oleh karena itu, diperlukan pelatihan untuk memastikan industri karet Indonesia tetap kompetitif di pasar global.  Petani rakyat perlu dilatih dalam praktik pertanian berkelanjutan dan pemanfaatan teknologi, sehingga adaptasi terhadap regulasi EUDR dapat dilakukan secara menyeluruh dan industri karet Indonesia tetap kompetitif di pasar global.

SDM yang dibutuhkan dalam industri karet ke depannya sudah lebih variatif. Mereka meliputi ahli agronomi yang memahami teknik budidaya ramah lingkungan, insinyur yang menguasai teknologi traceability, serta tenaga kerja yang terampil dalam operasionalisasi sistem berbasis digital.

 

Perlu Dirigen Kolaborasi

Rumit dan mahal, memang, upaya yang harus dilakukan untuk memenuhi standar EUDR ini.  Tapi, apa boleh buat, semua harus ditempuh. Pelaku industri harus merogoh kocek lebih dalam untuk berinvestasi dalam teknologi yang memungkinkan penelusuran produk dari lahan ke pabrik. Mereka juga perlu memastikan bahwa produk mereka bebas dari deforestasi. Industri harus berkolaborasi dengan petani untuk memastikan bahwa praktik berkelanjutan diterapkan di seluruh rantai pasokan.

Sumber pendanaan investasi dapat berasal dari kombinasi dana pemerintah, skema pembiayaan hijau dari bank nasional dan internasional, serta kemitraan dengan perusahaan global yang memiliki kepentingan dalam rantai pasok karet berkelanjutan. Manajemen industri karet harus berorientasi pada digitalisasi, efisiensi produksi, dan penerapan standar lingkungan yang ketat.

Petani rakyat tak boleh tinggal diam.  Mereka harus belajar mengadopsi teknologi modern dan praktik pertanian ramah lingkungan. Mereka perlu mendapatkan sertifikasi keberlanjutan atas produk mereka dan memastikan bahwa praktik pertanian yang diterapkan tidak menyebabkan deforestasi. Mereka harus terbukti mampu melindungi keanekaragaman hayati.

Di saat yang sama, Pemerintah daerah harus memberikan dukungan teknis dan pelatihan kepada petani. Pemerintah daerah perlu memonitor kegiatan pertanian untuk memastikan bahwa praktik berkelanjutan diterapkan. Pemerintah daerah harus memfasilitasi akses petani ke teknologi dan sertifikasi keberlanjutan.

Lantas, pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan Uni Eropa untuk memastikan bahwa regulasi EUDR diterapkan secara adil. Mereka juga perlu memberikan dukungan finansial dan teknis kepada petani dan industri karet. Pemerintah pusat harus mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan dan melindungi hak-hak petani.

Kenaikan harga karet dunia dan penundaan penerapan EUDR memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki tata kelola industri karet. Dengan investasi dalam teknologi dan pelatihan petani, Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk karetnya di pasar global. Regulasi seperti EUDR tidak dapat dihindari, tetapi dengan persiapan yang tepat, Indonesia dapat menghadapi tantangan ini dengan percaya diri.

Sayang jika prospek permintaan karet dunia ke depan yang sangat cerah tak bisa dimanfaatkan. Permintaan karet dunia diperkirakan akan terus meningkat, terutama dari sektor otomotif dan manufaktur. Jadi, kolaborasi semua pihak harus benar-benar berjalan serius. Pemerintah sebaiknya menetapkan dirigen khusus untuk proses transformasi ini, sehingga petani karet rakyat tetap bisa memenuhi permintaan dunia dan meningkatkan kesejahteraan mereka.*

Pos terkait