Anggaran IKN Diblokir, Ketua Komisi V DPR: Pemerintah Lakukan Efisensi

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengungkapkan bahwa anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) saat ini diblokir sebagai bagian dari langkah efisiensi yang dilakukan pemerintah.
Menurut Lasarus, keputusan tersebut merupakan kewenangan pemerintah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Ia menegaskan bahwa DPR hanya berperan dalam menyetujui kebijakan anggaran yang diajukan oleh pemerintah.
“IKN memang diblokir. Kalau kami sih prinsipnya taat asas. Pagu indikatif itu kewenangan pemerintah. Blueprint pembangunan ada di RPJMN, itu haknya presiden terpilih,” kata Lasarus di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin, 10/2/2025.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak berarti pembangunan IKN dihentikan sepenuhnya. Anggaran untuk proyek tersebut masih tersedia di Komisi II DPR, meski dengan jumlah yang lebih kecil.
“Saya dengar anggaran IKN di Komisi II itu masih ada sekitar Rp6 triliun. Mungkin sifatnya untuk pemeliharaan dan pembangunan yang lain, tapi kami belum tahu detailnya. Teman-teman bisa tanyakan ke Komisi II,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Lasarus menambahkan bahwa pihaknya masih mempelajari kebijakan efisiensi ini dan memberikan ruang bagi pemerintahan Prabowo Subianto untuk menentukan arah pembangunan ke depan.
“Kami kasih ruang dulu kepada pemerintah untuk mencari bentuk. Seperti apa nanti arah pembangunan yang diinginkan Pak Prabowo dengan efisiensi ini, kami juga masih mempelajari,” pungkasnya.
Diketahui, pemerintah telah melakukan pemangkasan anggaran sebagai upaya upaya efisiensi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Salah satu sektor yang terkena dampaknya adalah pembangunan IKN.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengungkapkan bahwa hingga saat ini anggaran untuk pembangunan IKN belum terealisasi.
“Realisasi anggaran IKN sepertinya belum ada semua. Kan tadi saya bilang, anggaran kita diblokir semua, jadi belum bisa tanya progres,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 6/2.*
Laporan Muhammad Reza