Jaksa Agung Soroti Kendala Eksekusi Hukuman Mati di Indonesia

Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin saat menyampaikan sambutan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rabu, 5/2/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin saat menyampaikan sambutan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rabu, 5/2/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyoroti penerapan hukuman mati di Indonesia yang dinilai masih menghadapi berbagai kendala, terutama terkait dengan eksekusi pidana mati bagi terpidana yang berasal dari luar negeri.

Ia menjelaskan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional yang baru, hukuman mati diterapkan dengan masa percobaan selama 10 tahun. Namun, ia mengungkapkan kebingungannya terkait mekanisme masa percobaan tersebut.

Bacaan Lainnya

“Saya tidak mengerti 10 tahun, kemudian artinya saya menilai mohon maaf dipenjara 10 tahun. Sama dengan sekarang,” ujarnya dalam peluncuran buku tinjauan KUHP yang digelar di Kejaksaan Tinggi Jakarta, Rabu, 5/2/2025.

Ia lantas menyoroti fakta bahwa meskipun sudah ada hampir 300 terpidana mati, eksekusi belum dapat dilaksanakan terutama bagi warga negara asing.

“Kami akan selalu berhubungan dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Kemenlu akan menyampaikan kepada kedutaan besarnya tentang siapa yang akan dihukum pidana mati,” jelasnya.

Lebih lanjut, Burhanuddin mengungkapkan bahwa banyak negara, khususnya di Eropa dan Amerika menolak hukuman mati.

Sementara itu, ia juga mengungkap soal jumlah terpidana mati dari Nigeria yang cukup banyak, terutama dalam kasus narkotika.

Di sisi lain, Burhanuddin juga menyinggung pengalaman diplomasi dengan Cina terkait hukuman mati.

“Saya bilang, (narapidana warga negara) Cina bagaimana kalau kami eksekusi? Kebetulan di sana eksekusi mati masih berjalan. Apa jawabnya Bu menteri pada waktu itu? Pak, kalau orang Cina dieksekusi di sini, orang kita di sana akan dieksekusi juga,” katanya.

Situasi ini, menurut Jaksa Agung, menjadi problematika besar dalam penegakan hukum di Indonesia.

“Capek-capek kita sudah menuntut hukuman mati, tetapi tidak bisa dilaksanakan,” katanya.

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait