Eksepsi Bos Sriwijaya Air, Bantah Punya Saham di Perusahaan Smelter

FORUM KEADILAN – Terdakwa kasus korupsi timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk periode 2015-2022, Pendiri dan komisaris Sriwijaya Air Hendry Lie, mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hendry Lie membantah terlibat dalam perkara tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh penasihat hukum Hendry Lie ketika membacakan surat eksepsi. Ia mengatakan, dalam perkara ini terdakwa diajukan ke persidangan sebagai pemegang saham dan beneficial owner (penerima manfaat) PT Tinindo Internusa, salah satu perusahaan smelter yang bekerja sama dengan PT Timah.
“Faktanya, terdakwa bukan merupakan pengurus maupun pemegang saham PT Tinindo Internusa periode 2015-2022,” ujar pengacara Hendry Lie di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 3/2/2025.
Ia mengatakan Hendry Lie tidak terlibat dalamm proses kerja sama sewa menyewa processing penglogaman timah dengan PT Timah dan Hendry disebut tidak mengetahui ihwal kerja sama tersebut.
“Sejak kerja sama sewa menyewa processing penglogaman timah antara PT Timah dengan perusahaan smelter swasta mulai dibahas, tidak pernah satu kalipun terdakwa hadir dalam pertemuan” kata pengacara Hendry Lie.
“Terdakwa juga sama sekali tidak terlibat dalam proses penandatanganan kerja sama antara PT Tinindo Internusa dengan PT Timah Tbk.” lanjutnya.
Penasihat hukum Hendry Lie meminta agar majelis hakim menerima nota keberatan terdakwa Lie untuk seluruhnya. Lalu meminta kepada hakim menyatakan surat dakwan JPU batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
Pengacara Hendry Lie juga meminta agar terdakwa tidak dapat dipersalahkan dan dihukum berdasarkan surat dakwaan yang batal demi hukum tersebut. Lalu, majelis hakim diminta agar memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan.
Majeli hakim juga diminta merehabilitasi dan memulihkan nama baik, kedudukan, dan harkat martabat Hendry Lie.
Sebelumnya diketahui, JPU mendakwa beneficial owner PT Tinindo Internusa (PT TIN) Hendry Lie ikut merugikan keuangan negara dalam kasus korupsi timah.
“Merugikan keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 (Rp 300 triliun),” ujar JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 30/1/2025.
JPU menjelaskan bahwa Hendry Lie memerintahkan General Manager PT TIN Rosalina dan Marketing PT Tin Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT Tinindo Internusa berwarkat 3/8/2018.
Surat itu terkait Penawaran Kerja Sama Sewa Alat Processing Timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lain, yaitu PT Refined Bangka TIN, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.
Format surat penawaran kerja sama itu telah dibuatkan oleh PT Timah.
JPU menambahkan, Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga juga mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey Moies dan smelter swasta lain untuk dapat bernegoisasi dengan PT Timah tentang sewa smelter swasta sehingga disepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian mendalam.
Hendry Lie juga disebut mengetahui dan menyetujui tindakan Harvey bersama dengan petinggi smelter swasta untuk kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah. Kerja sama tersebut tidak ada dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) PT Timah dan lima smelter berserta perusahaan afiliasinya.
Henry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga bersama-sama Harvey Moeis, beserta petinggi PT Timah Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra, dan Alwin Albar turut menyepakati harga sewa peralatan processing penglogaman dengan kajian dibuat tangga mundur. Harga yang disepakati adalah US$ 4.000 per ton untuk PT Refined Bangka Tin dan US$ 3.700 per ton untuk empat smelter lain.
Bersama dengan Fandy Lingga dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa, Hendry Lie disebut menerima pembayaran atas kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dari PT Timah.
Menurut Jaksa, Hendry mengetahui pembayaran itu terdapat kemahalan harga.
Sementara itu, Jaksa menyebut Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar US$ 500-7000 per ton. Uang tersebut diberikan kepada Harvey Moies, yang seolah-olah dicatat sebagai dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) dari smelter swasta.
Hendry Lie juga disebut mengetahui dan turut menyetujui tindakan Harvey Moeis menerima biaya pengamanan. Penerimaan melalui bantuan Helena sebagai pemilik PT Quantum Skyline Exchange.
Hendry Lie, lanjut Jaksa, memerintahan Fandy hingga hadir dalam pertemuan di Hotel Novotel Pangkal Pinang dengan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi, Direktur Operasional PT TImah Alwil Albar, dan 27 pemilik smelter swasta.
Dalam pertemuan tersebut membahas permintaan Mochtar Riza dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter-smelter swasta. Dikarenakan, bijih timah itu bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah.
Hendry Lie juga disebut mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka, yaitu CV Bukti Persadaraya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa.*