KKP Sebut Pagar Laut Misterius 30,16 Km di Tangerang Langgar Aturan

FORUM KEADILAN – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa pemanfaatan ruang laut tanpa mempunyai izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) adalah pelanggaran.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL) yang memberikan respons pemagaran sepanjang 30,16 kilometer di perairan Laut Tangerang, Provinsi Banten dalam diskusi publik yang berlangsung di Jakarta, pada Rabu, 8/1/2025.
Kusdiantoro menyebut pemagaran laut mengindikasikan upaya agar mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tidak benar. Kegiatan tersebut dapat menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam menguasai, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati dan berpotensi menyebabkan perubahan fungsi ruang laut.
Ia menjelaskan, pemagaran laut tidak sesuai dengan praktik internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
“Paradigma hukum pemanfaatan ruang laut telah berubah menjadi rezim perizinan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya adalah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua,” ujar Kusdiantoro.
Selain itu, dalam diskusi itu, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menegaskan kolaborasi lintas lembaga untuk menangani isu itu. Hery juga menambahkan bahwa Ombdusman dapat melakukan investigasi jika ditemukan indikasi malapraktik termasuk penerbitan Setifikat Hak Milik (SHM) di laut.
“Hasil investigasi dapat menjadi dasar bagi tindakan hukum lebih lanjut,” tambahnya.
Lalu, Ketua Umum Himpinan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafi, menggarisbawahi pemagaran laut bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pengelolaan ruang laut. Ia juga menyerukan terkait penguatan pengawasan untuk mencegah privatisasi ruang laut dan memastikan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaannya.
Penilaian itu pun juga diamini oleh Ketua HAPPI Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan Ditjen PSDKP KKP Sumono Darwinto yang menjelaskan pelanggaran serupa juga terjadi di banyak daerah banyak KKPRL.
“Sanksi administratif seperti denda hingga pembongkaran dapat dikenakan kepada pelanggar,” tuturnya.
Plt. Direktur Penataan Ruang Laut, Suharyanto menegaskan pengawasan yang penting untuk mencegah privatisasi ruang laut dan pemberian Sertifikat Hak Milik (SHM) di ruang laut bertentangan dengan UUD 1945 karena mengancam hak masyarakat tradisional.
Suharyanto menyebut KKP telah melakukan investigasi sejak September 2024, termasuk menganalisis peta citra satelit dan rekaman geo tagging selama 30 tahun terakhir.
“Hasilnya menunjukkan bahwa area tersebut tidak pernah berbentuk darat/tanah dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi,” kata Suharyanto.
Dalam diskusi itu, Analis Pertanahan Paberio Napitupulu mengungkapkan Kementerian ATR/BPN dapat mencabut sertifikasi yang diterbitkan secara maladministrasi. Hal tersebut untuk memastikan hanya wilayah darat yang dapat memiliki sertifikat hak atas tanah.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, pemagaran sepanjang 30,16 km di Tangerang sudah mengganggu ribuan nelayan dan pembudidaya ikan. DKP pun telah menerima laporan sejak Juni 2024 dan melakukan inspeksi lapangan pada September 2024 untuk mencari solusi.
Diskusi yang dihadiri oleh 16 kepala desa yang terkait dengan isu pemagaran laut, perwakilan nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI), Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.*