FORUM KEADILAN – Komisi Yudisial (KY) menurunkan tim untuk melakukan pemantauan saat persidangan kasus korupsi timah berlangsung. Hal ini dilakukan oleh KY karena menyadari vonis 6,5 tahun penjara untuk Harvey Moeis menimbulkan gejolak di masyarakat.
“Merespons hal itu, Komisi Yudisial (KY) menyadari bahwa putusan ini akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Selama persidangan berlangsung, KY berinisiatif menurunkan tim untuk melakukan pemantauan persidangan,” ungkap Juru Bicara (Jubir) KY, Mukti Fajar Nur Dewata kepada awak media, Senin 30/12/2024.
“Beberapa di antaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge dan saksi. Hal ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil,” sambung dia.
Mukti mengungkapkan bahwa KY akan melakukan pendalaman terhadap ada atau tidaknya dugaan pelanggaran etik oleh hakim yang memvonis Harvey. Ia menuturkan, pendalaman yang dilakukan KY tak akan masuk dalam substansi putusannya. Sebab, putusan hanya dapat dikuatkan atau diubah melalui upaya hukum banding.
“KY juga akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terjadi. Namun, KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Adapun forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding,” tuturnya.
Mukti kemudian mempersilakan masyarakat untuk mengadu atau melapor jika mempunyai bukti terkait adanya pelanggaran etik yang dilakukan hakim terkait vonis terhadap suami Sandra Dewi tersebut. Ia meminta agar laporan yang dilayangkan haruslah disertai bukti pendukung.
“KY juga mempersilakan masyarakat melapor apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam kasus tersebut. Namun, KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses,” pungkasnya.
Sebelumnya, Harvey Moeis dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Harvey dengan hukuman 6,5 tahun penjara. Hakim juga menghukum Harvey membayar denda Rp1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp210 miliar.
Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum, di mana Harvey dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar serta uang pengganti Rp210 miliar.*