Kronologi Pelecehan Seksual Mahasiswi Oleh Dosen di Unhas

FORUM KEADILAN – Kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang dosen berinisial FS dan mahasiswi di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar saat bimbingan skripsi menjadi sorotan publik, menimbulkan keprihatinan dan kecaman dari berbagai pihak, karena dosen tersebut hanya dijatuhi hukuman skorsing selama dua semester.
Kejadian ini bermula pada 25 September 2024, ketika korban yang merupakan mahasiswi jurusan Ilmu Budaya (FIB) Unhas, sedang menjalani bimbingan akademik dengan dosen tersebut di kampus.
Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 4 sore di ruang bimbingan. Setelah merasa bimbingan telah selesai dan karena sudah sore, korban berencana untuk pulang. Namun, tiba-tiba tangan korban dipegang oleh FS, yang kemudian memaksa korban untuk memeluknya, meskipun permintaan tersebut ditolak. FS terus memaksanya untuk melakukan tindakan tidak senonoh di ruang bimbingan tersebut.
FS tidak berhenti memaksa dan korban pun berteriak untuk meminta pulang. Akhirnya, korban dilepaskan, namun peristiwa tersebut meninggalkan trauma mendalam yang dirasakan korban selama dua bulan, membuatnya kesulitan untuk melanjutkan aktivitas kampus.
Kemudian, korban melaporkan tindakan pelecehan yang dialaminya kepada pihak kampus, Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas. Meskipun laporan tersebut mengundang perhatian serius, hukuman yang diberikan kepada dosen tersebut tidak sesuai dengan harapan banyak pihak.
Korban merasa kecewa dengan penanganan kasus ini karena Satgas PPKS Unhas yang seharusnya bisa melindungi korban justru berpihak kepada pelaku. Justru dituduh mengalami halusinasi karena tidak mungkin pelaku melakukan aksi tersebut karena ia baru saja pulang dari umrah. Korban mengungkapkan bahwa setelah tiga kali pemanggilan, Satgas PPKS Unhas berhasil mendapatkan rekaman CCTV di FIB mendukung cerita kronologi kejadian.
Satgas PPKS Unhas merespons pernyataan korban yang diajukan via WhatsApps unounhas. Akun X @unhasfess_ melampirkan sebuah percakapan antara korban dengan Satgas PPKS Unhas, apabila korban menuntut dosen FS sebagai pelaku, maka dosen tersebut terancam tidak dapat naik jabatan.
“Kalau dipikir lebih siksa lagi pak FS dgn sanksi ini, bayangkanmi (red: bayangkan mi) kalau ada sk bgininya (red: begininya) yg bersangkutan tdk bisami (red: bisa mi) naik jabatan,” tulis unounhas, Satgas PPKS Unhas via WhatsApps.
Kepala Biro Komunikasi dan Humas Unhas, Ahmad Bahar, pada Selasa 19/11/2024, menjelaskan bahwa pihak kampus segera melakukan penyelidikan dan mengambil tindakan tegas setelah mendapatkan bukti yang cukup mengenai pelecehan tersebut.
Sehingga, pihak universitas pun memutuskan untuk memberikan hukuman skorsing sementara kepada dosen tersebut, sebuah keputusan yang dianggap banyak kalangan tidak cukup tegas. Skorsing ini hanya mengarah pada penghentian sementara aktivitas pengajaran dosen tersebut tanpa adanya tindak lanjut yang lebih serius, seperti pemecatan atau proses hukum lebih lanjut.
Keputusan ini menuai kritik keras dari mahasiswa, organisasi mahasiswa, dan masyarakat umum, yang menilai bahwa tindakan pelecehan seksual harus mendapat hukuman yang lebih berat, terlebih pelaku masih berstatus menjadi dosen tetap di Unhas.
Sehingga mengundang aksi protes mahasiswa yang digelar di depan Dekanat FIB Unhas. Alief Gufran, perwakilan dari aksi protes mahasiswa itu menyuarakan tuntutan tegas terhadap pelaku kekerasan seksual, FS agar dikeluarkan dari kampus.
Aksi protes berlanjut di depan Dekanat FIB, pada Rabu 20/11/2024, untuk menyuarakan keresahan kasus kekerasan seksual kepada Mardi Amin sebagai dekan FIB Unhas.
Pada hari yang sama, Majelis Kode Etik Mahasiswa (MKEM) menyampaikan rekomendasi hasil rapatnya kepada dekan. Dekan menyampaikan MKEM kepada rektor, pada Kamis 21/11/2024.
Aksi mahasiswa terus berlanjut di depan Dekanat FIB Unhas untuk menuntut transparansi dan keadilan untuk penyintas kekerasan seksual di kampusnya.
Pada hari yang sama, rektor menandatangani Surat Keputusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (DO) kepada Alief Gufran sebagai mahasiswa, tanpa pemberitahuan kepada yang bersangkutan. Dengan alasan pelanggaran mencemarkan nama baik institusi dan bertentangan dengan norma kehidupan kampus.
“Pelanggaran ini mencemarkan nama baik institusi dan bertentangan dengan norma kehidupan kampus,” ujar Prof. Jamaluddin pada Rabu 27/11/2024.
Alief dinyatakan tidak terdaftar lagi sebagai mahasiswa Unhas sejak Semester Awal Tahun Akademik 2024/2025. Tak hanya itu, sebanyak 20 mahasiswa FIB juga dikabarkan ditangkap setelah kericuhan di FIB Unhas.
Menanggapi adanya masalah tersebut, Pemerintah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI berkoordinasi dengan Satgas PPKS Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan, untuk mendalami kasus pelecehan tersebut.
“Kami berkoordinasi dengan Satgas PPKS di universitas untuk mengetahui sejauh mana Satgas PPKS juga bekerja untuk ini,” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati di Jakarta, pada Jumat 29/11/2024.
KemenPPPA juga berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai kronologis kejadian untuk penanganan lebih lanjut.
Demikian, Kasus ini juga menyoroti kurangnya transparansi dan keseriusan universitas dalam menangani pelanggaran serius yang terjadi di dalam kampus, dan menggugah kembali pentingnya pembentukan kebijakan yang lebih jelas dan tegas terkait perlindungan terhadap mahasiswa dari pelecehan seksual.*
Laporan Zahra Ainaiya