FORUM KEADILAN – Pimpinan terpilih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menginginkan operasi tangkap tangan (OTT) di KPK ditiadakan. Tanak menilai, OTT tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Tanak, OTT tidak tepat karena kata operasi ialah sesuatu hal yang telah dipersiapkan dan direncanakan. Lalu, pengertian tangkap tangan berdasarkan KUHAP adalah peristiwa penindakan hukum yang pelakunya seketika langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, praktik OTT tidak akan bisa dihilangkan karena hal itu adalah bagian dari proses penindakan. Namun, katanya, nomenklatur-nya perlu diubah atau diperjelas.
“Kegiatan tangkap tangan itu kan bagian dari penindakan, jadi saya kira enggak akan hilang juga,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 22/10/2024.
Alex menjelaskan, Pasal 6 Undang-Undang KPK telah menjelaskan bahwa KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi. Sedangkan, OTT merupakan salah satu bagian dari tindakan tersebut.
Alex mengakui bahwa istilah Operasi Tangkap Tangan atau OTT memang tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Namun, dalam UU sudah tercantum soal pihak yang tertangkap tangan dalam penindakan. Sehingga, menurut Alex, polemik soal OTT hanya persoalan perbedaan istilah.
“Cuma istilah saja mungkin,” singkatnya.
Alex menilai bahwa OTT masih menjadi instrumen penindakan yang efektif karena penyelesaian proses hukum yang berawal dari kegiatan tersebut relatif cepat.*
Laporan Merinda Faradianti