Minggu, 22 Juni 2025
Menu

Yusril Tegaskan Mary Jane Belum Bebas: Dipindahkan Penahanannya ke Filipina

Redaksi
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra | Ist
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kabar mengenai pemulangan terpidana mati kasus penyelundupan narkotika Mary Jane Veloso, masih dalam proses dan belum ada keputusan yang pasti.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra dalam sebuah pernyataan tertulis pada Rabu, 20/11/2024.

Agar menghindari kesalahpahaman, Yusril menegaskan bahwa Mary Jane belum dibebaskan, tetapi ada kemungkinan dipindahkan melalui mekanisme “transfer of prisoner“, setelah pemerintah Filipina mengajukan permohonan tersebut kepada Indonesia.

“Tidak ada kata bebas dalam statemen Presiden Marcos itu. ‘bring her back to the Philippines‘ artinya membawa dia kembali ke Filipina,” tegasnya.

Diketahui, pemerintah Indonesia telah menerima permohonan resmi dari Pemerintah Filipina terkait pemindahan, tetapi pihak pemohon harus memenuhi sejumlah syarat.

Pertama, mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia dalam menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah negara Indonesia. Kedua, napi tersebut dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman di sana sesuai dengan putusan pengadilan Indonesia. Ketiga, biaya pemindahan dan pengamanan selama perjalanan menjadi tanggungan negara yang bersangkutan.

“Bahwa setelah kembali ke negaranya dan menjalani hukuman di sana, kewenangan pembinaan terhadap napi tersebut beralih menjadi kewenangan negaranya,” lanjutnya.

Menyoal pemberian keringanan hukuman berupa remisi, grasi dan sejenisnya, Yusril menyebut bahwa hal tersebut menjadi kewenangan kepala negara yang bersangkutan.

“Dalam kasus Mary Jane, yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup, mengingat pidana mati telah dihapuskan dalam hukum pidana Filipina, maka langkah itu adalah kewenangan sepenuhnya dari Presiden Filipina,” jelasnya.

Sebelumnya diketahui, kabar mengenai Mary Jane diumumkan oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dalam unggahan di akun Instagram resminya, pada Rabu 20/11/2024.

Bongbong menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

I extend my heartfelt gratitude to President Prabowo Subianto and the Indonesian government for their goodwill (Saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Presiden Prabowo Subianto dan Pemerintah Indonesia atas niat baik ini),” tulis Bongbong di akun Instagram resminya, Rabu, 20/11/2024.

Bongbong mengatakan bahwa dibebaskannya Mary Jane dari hukuman mati adalah cerminan persahabatan Indonesia dan Filipina. Dirinya menyebut Indonesia dan Filipina sama-sama bersatu dalam komitmen terhadap keadilan dan kasih sayang.

Ia menyadari Mary Jane memang bersalah berdasarkan peraturan yang ada di Indonesia. Tetapi, Mary Jane juga merupakan korban dari keadaan lingkungannya di Filipina.

Mary Jane’s story resonates with many: a mother trapped by the grip of poverty, who made one desperate choice that altered the course of her life. While she was held accountable under Indonesian law, she remains a victim of her circumstances (Kisah Mary Jane menggetarkan banyak orang: seorang ibu yang terjebak genggaman kemiskinan, yang membuat satu pilihan putus asa sehingga mengubah jalannya hidupnya. Sementara dia bertanggung jawab berdasarkan hukum Indonesia, dia tetap menjadi korban keadaannya,” ucap Bongbong.

Bongbong mengaku bersyukur jalur diplomasi dapat menunda cukup lama eksekusi mati Mary Jane yang ditangkap pada tahun 2010. Ia mengatakan Filipina siap menyambut Mary Jane Veloso.

After over a decade of diplomacy and consultations with the Indonesian government, we managed to delay her execution long enough to reach an agreement to finally bring her back to the Philippines (Setelah lebih dari satu dekade diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusinya cukup lama untuk mencapai kesepakatan untuk akhirnya membawanya kembali ke Filipina),” jelasnya.*