Kamis, 19 Juni 2025
Menu

Kasus Guru Aniaya Siswa di Konawe Selatan, Jampidum: Harusnya Restorative Justice

Redaksi
Jampidum Asep Mulyana di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat 25/10/2024. | Reynaldi Adi Surya/Forum Keadilan
Jampidum Asep Mulyana di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat 25/10/2024. | Reynaldi Adi Surya/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Asep Mulyana mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah berusaha agar kasus guru SD yang dituduh menganiaya siswanya, diselesaikan melalui Restorative Justice (RJ).

Namun, berkas laporan tersebut sudah terlanjur masuk ke meja Hakim.

Asep Mulyana bercerita, Kejagung segera melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sultra) usai mendapat kabar adanya kasus tersebut.

“Saya dapat  informasinya sekitar jam 06.30 WIB. Pagi itu saya segera meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) untuk melakukan klarifikasi di sana pada Kepala Kejaksaan Neger (Kajari) dan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum). Saya memerintahkan jam 06.30 WIB. Selasanya melakukan gelar perkara, Saya pimpin langsung di sini melalui Zoom Meeting,” kata Asep saat ditemui Forum Keadilan, Jumat, 25/10/2024.

Setelah mengetahui duduk perkara dan juga keterangan dari berbagai pihak, Asep yakin bahwa kasus guru dituduh menganiaya murid bisa diselesaikan dengan mekanisme Keadilan Restorasi atau Restorative Justice (RJ).

Namun ternyata, perkara itu sudah dilimpahkan ke pengadilan, sehingga jaksa tak mampu menarik perkara tersebut.

“Waktu saya tanya sama Kajari, sama Kasipidum ternyata perkara itu sudah dilimpah ke pengadilan. Jadi, tidak bisa lagi kita RJ, bahkan tidak bisa lagi kita tarik, karena itu sudah ada surat atau pengembangan keputusan atau penunjukan hakim,” katanya.

Asep menjelaskan bahwa sebenarnya bukan jaksa yang melakukan penahanan pada guru tersebut. Guru itu ditahan karena statusnya sudah menjadi tahanan hakim, yang mana perkaranya akan segera disidangkan.

Kejaksaan sendiri, lanjut Asep, telah berupaya meminta penangguhan penahanan pada majelis hakim dengan jaminan Kajari Konawe Selatan.

“Saya memerintahkan saat itu pada Kajari untuk mengajukan penangguan penahanan Pada Hakim, dengan jaminan Kajari. Alhamdulillah saat itu hakim mengabulkan permohonan Kajari, sehingga sekarang sudah dilepaskan,” ungkapnya.

Meskipun begitu, karena berkas sudah dibawa ke pengadilan dan sudah ada penunjukan hakim yang akan memimpin jalannya  sidang, maka kejaksaan sudah tak punya kuasa untuk membantu guru honorer tersebut melalui RJ.

“Saya sudah memerintahkan Kajari dan Kajati untuk turun langsung. Kemudian kepada jaksa penuntut umum (JPU) di sana untuk sesegera mungkin menyelesaikan perkara ini. Kami sudah menyiapkan di samping dakwaan, juga tuntutannya yang kami berharap diminta pada majelis hakim agar bisa dibacakan berbarengan dalam satu hari,” jelasnya.

Asep juga mempersilahkan terdakwa mengajukan eksepsi ke pengadilan agar bisa diselesaikan sesegera mungkin.

Sebelumnya, Supriani (38) seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Utara dituduh melakukan penganiayaan terhadap siswanya.

Supriani dan pihak sekolah membantah tentang adanya penganiayaan itu. Namun, pihak orang tua murid tidak percaya.

Bahkan pihak Supriani menyebut orang tua korban sempat meminta uang damai hingga Rp50 juta. Sayangnya, Supriani tidak menyanggupi karena tak memiliki uang sebesar itu.

Kini proses hukum terhadap Supriani sang guru honorer masih terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Andoloo, Konawe Selatan.*

Laporan Reynaldi Adi Surya