FORUM KEADILAN – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melayangkan somasi kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) soal calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas).
Diketahui, Pansel KPK telah mengumumkan masing-masing 10 nama calon pimpinan dan Dewas KPK yang telah diserahkan ke Jokowi.
Menurut Boyamin, Jokowi dilarang mengirimkan hasil pansel calon pimpinan dan dewas KPK ke DPR RI. Lantaran, Presiden terpilih Prabowo Subianto lah yang memiliki hak memilih capim dan Dewas KPK tersebut.
“Presiden Jokowi dilarang mengirimkan hasil pansel calon pimpinan KPK dan Dewas KPK kepada DPR karena menjadi kewenangan Presiden periode 2024-2029, Prabowo Subianto,” kata Boyamin dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2/10/2024.
Kata Boyamin, jika Presiden Jokowi tetap melakukan itu, maka ia telah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU/XX/2022 halaman 118 alenia pertama.
“… Sebagai contoh, Presiden dan DPR yang terpilih pada Pemilu tahun 2019 (periode masa jabatan 2019-2024), jika menggunakan skema masa jabatan pimpinan KPK 4 (empat) tahun, maka Presiden dan DPR masa jabatan tersebut akan melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pertama pada Desember 2019 yang lalu dan seleksi atau rekrutmen kedua pada Desember 2023.”
“Penilaian sebanyak dua kali sebagaimana diuraikan di atas setidaknya akan berulang kembali pada 20 (dua puluh) tahun mendatang. Namun, jika menggunakan skema masa jabatan pimpinan KPK selama 5 (lima) tahun, maka seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK dilakukan hanya satu kali oleh Presiden dan DPR Periode 2019-2024 yaitu pada Desember 2019 yang lalu, sedangkan seleksi atau rekrutmen untuk pengisian jabatan pimpinan KPK Periode 2024-2029 akan dilakukan oleh Presiden dan DPR periode berikutnya (periode 2024-2029),” demikian isi putusan MK tersebut.
Oleh karena itu, Boyamin meminta agar Jokowi tidak menyerahkan hasil tersebut ke DPR. Jika somasinya diabaikan, Boyamin menegaskan akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Apabila somasi atau teguran ini diabaikan, maka kami akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan surat presiden kepada DPR,” tegasnya.*
Laporan Merinda Faradianti