10 Capim KPK Diumumkan, Masyarakat Sipil Soroti Kegagalan Pertahankan Independensi KPK

Gedung KPK | Merinda Faradianti/ForumKeadilan
Gedung KPK | Merinda Faradianti/ForumKeadilan

FORUM KEADILAN – Proses seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil dan aktivis anti korupsi. Pemilihan terhadap 10 nama yang lolos sebagai capim KPK dinilai sarat akan kepentingan politik dan dapat berdampak pada masa depan independensi Lembaga Anti Rasuah.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menyebut bahwa proses seleksi capim KPK sangat mencerminkan kepentingan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apalagi, kata dia, semua kandidat didominasi dari unsur aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa dan hakim.

Bacaan Lainnya

Menurut Zaenur, tokoh pimpinan KPK harus diisi oleh profesional dan unsur masyarakat sipil yang aktif dalam isu anti korupsi. Kehadiran dominan aparat penegak hukum di dalam KPK menimbulkan potensi konflik loyalitas dan mengancam independensi lembaga tersebut.

“Kalau KPK didominasi oleh aparat penegak hukum lain, KPK akan disetir. KPK bisa digunakan untuk melindungi institusi dan aparat dari penegak hukum lain. KPK nya tidak bisa independen, bisa timbul dual loyalty, loyalitas ganda,” katanya saat dihubungi, Rabu, 2/10/2024.

Menurut Zaenur, banyaknya aparat penegak hukum di tubuh KPK dapat menimbulkan spirit Esprit de Corps atau Jiwa Korsa, di mana terdapat kesetiaan berlebih pada lembaga asal, sehingga hal ini dapat membatasi ruang KPK dalam menindak institusi penegak hukum lainnya.

Selain itu, Zaenur juga menyoroti beberapa kandidat yang dipersoalkan oleh publik, namun tetap lolos seleksi. Hal ini, kata dia, semakin memperkuat anggapan bahwa proses seleksi berjalan kurang transparan dan tidak memperhatikan rekam jejak calon secara mendalam.

Adapun salah satu tokoh yang bermasalah adalah Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di mana ia pernah dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK soal dugaan pelanggaran etik karena dianggap bertemu dengan pihak yang tengah berperkara di KPK.

Zaenur pesimis dengan masa depan KPK yang dinilai akan tetap terpengaruh oleh kepentingan politik selama lima tahun ke depan, seperti halnya yang terjadi dalam lima tahun terakhir.

“Saya melihat KPK ini akan ditundukkan oleh kekuasaan, melindungi kekuasaan bahkan bisa dijadikan sebagai alat kekuasaan, khususnya oleh Presiden saat ini, Presiden Jokowi,” katanya.

Kondisi Darurat

Kritik yang sama dilontarkan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramdhani. Ia menyoroti adanya potensi loyalitas ganda di antara calon pimpinan KPK yang mayoritas berasal dari aparat penegak hukum.

“Pertama, potensi terjadinya fenomena loyalitas ganda saat mereka memimpin KPK,” ucap Kurnia saat dihubungi, Rabu, 2/10.

Selain itu, Kurnia menyebut bahwa KPK dapat terjerumus dalam pusaran konflik kepentingan karena hampir semua capim KPK diisi oleh unsur aparat penegak hukum.

Di samping itu, kata Kurnia, ICW juga mencatat bahwa beberapa calon memiliki catatan permasalahan dan dugaan pelanggaran kode etik, tetapi tetap lolos seleksi.

“Ini artinya, Pansel tidak cermat dalam melakukan penelusuran rekam jejak kandidat,” katanya.

Kurnia menyebut bahwa organisasinya berencana melakukan audiensi dengan Komisi III DPR RI untuk menyampaikan kekhawatiran tersebut serta memberikan masukan terkait rekam jejak calon.

Tujuannya, kata Kurnia, agar DPR tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti pada 2019, di mana pimpinan KPK yang terpilih dianggap lebih fokus pada upaya pencegahan korupsi dibandingkan dengan penindakan.

“Bagi kami ini penting sekali agar DPR memahami kondisi darurat di KPK dan tidak lagi mengulangi kesalahan seperti tahun 2019 lalu,” katanya.

Daftar 10 Capim KPK

Panitia Seleksi KPK telah mengumumkan daftar calon pimpinan yang telah lolos seleksi wawancara dan tes kesehatan. Kesepuluh nama capim KPK tersebut telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), kemarin, Selasa, 1/10.

Dari daftar tersebut, seluruh nama yang lolos memiliki latar belakang sebagai petahana, aparat penegak hukum, hingga sedang atau pernah menyandang jabatan penyelenggara negara lainnya.

Dari unsur kepolisian, mereka adalah Komisaris Jenderal Djoko Poerwanto yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Tengah; dan Komisaris Jenderal Setyo Budiyanto yang saat ini menjabat sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian.

Sementara dari Kejaksaan, terdapat satu nama yang lolos untuk mengikuti fit and proper test, dia adalah jaksa fungsional Jampidsus Kejaksaan Agung Fitroh Rohcahyanto, yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Penuntutan KPK.

Sedangkan dari petahana, terdapat Johanis Tanak yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Selain itu, terdapat juga Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Ibnu Basuki Widodo yang lolos ke tahap selanjutnya.

Dua unsur dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melenggang, mereka ialah anggota BPK DKI Jakarta Michael Rolandi Cesnanta Brata dan eks anggota BPK 2018-2023 Agus Joko Pramono.

Sementara tiga lainnya berasal dari penyelenggara negara, yaitu Poengky Indarti yang menjadi anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2020-2024, Ahmad Alamsyah Saragih yang menjadi anggota Ombudsman 2016-2020; dan Ida Budiarti yang pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).*

Laporan Merinda Faradianti, Syahrul Baihaqi

Pos terkait