PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman, SK Pengangkatan Suhartoyo Dibatalkan

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman | Ist
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman | Ist

FORUM KEADILAN – Di hari lahir Mahkamah Konstitusi (MK) yang ke-21, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memberikan kado indah kepada eks Ketua MK Anwar Usman.

Majelis Hakim PTUN Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman terhadap Suhartoyo, yang menyatakan bahwa pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah.

Bacaan Lainnya

“Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo, S.H, M.H. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028,” bunyi petikan amar putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.

Informasi pembatalan Suhartoyo sebagai Ketua MK telah beredar di kalangan wartawan. Namun, belum terdapat salinan putusan resmi dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN.

Pada SIPP juga tidak ditampilkan data majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara yang telah berlangsung selama 263 hari lamanya.

PTUN juga mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan MKRI Nomor 17 Tahun 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK untuk masa jabatan Tahun 2023-2028.

Selain itu, PTUN Jakarta juga mengabulkan permohonan Paman Gibran Rakabuming Raka itu untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula. Namun, PTUN menolak permintaan Anwar Usman agar posisinya dikembalikan sebagai Ketua MK.

“Menyatakan tidak menerima permohonan Penggugat untuk dipulihkan/dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028 seperti semula,” katanya.

Di sisi lain, PTUN tidak menerima permohonan Anwar Usman agar menghukum MK untuk membayar uang paksa sebesar Rp100,- (seratus rupiah) per hari, apabila tergugat lalai dalam melaksanakan putusan ini, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

“Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi membayar biaya perkara sebesar Rp369.000 (tiga ratus enam puluh sembilan ribu rupiah),” ujarnya.

Meski begitu, putusan tersebut belum dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum mengikat MK masih bisa mengajukan banding.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait