Konsumsi Kecubung Celakai Diri Sendiri

Buah Kecubung.
Buah Kecubung.

FORUM KEADILAN – Belum lama ini viral di media sosial puluhan warga Banjarmasin diduga mabuk kecubung hingga beberapa di antaranya tewas karena mengalami halusinasi hebat.

Menurut Praktisi Kesehatan Masyarakat sekaligus Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ngabila Salama, konsumsi kecubung dapat menyebabkan kematian jika mengalami halusinasi visual (penglihatan) hebat.

Bacaan Lainnya

“Hal itu bisa menyuruhnya untuk mencelakakan dirinya sendiri (bunuh diri) atau orang sekitarnya,” katanya kepada Forum Keadilan, Minggu, 21/7/24.

Ia mengungkapkan, yang menyebabkan halusinasi usai mengonsumsi kecubung ialah senyawa bersifat psikoaktif.

“Senyawa di antaranya atropin dan scopolamine yang ada pada buah dan akar yang paling tinggi kandungannya, yakni 0,4 sampai 0,9 persen disusul daun dan bunga 0,2 sampai 0,3 persen,” ujarnya.

Kecubung bersifat antikolinergik pada otak dan dapat meningkatkan denyut jantung, efek anestesi, dan halusinasi beberapa hari. Selain itu, bisa juga disorientasi.

“Kemudian juga bisa menyebabkan kelupaan seperti demensia, kejang, koma, sampai kematian jika dosis yang ditelan sangat besar atau keracunannya bersifat kronik karena dikonsumsi dalam kurun waktu lama,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ngabila menjelaskan kecubung adalah tanaman obat topikal sejak lama. Biasanya, kecubung ditumbuk dengan hati-hati menggunakan sarung tangan.

“Untuk diberikan sebagai obat nyeri otot dan sakit kepala dengan dioleskan hati-hati pada kulit yang utuh atau tidak luka,” tuturnya.

Efek dari kecubung jika masuk dalam pembuluh darah atau dimakan dapat memabukkan dan menimbulkan halusinasi visual dalam waktu 30-120 menit sesudah tertelan.

Oleh karena itu, untuk tindak penyelamatan pertama, pengonsumsi kecubung harus diberikan karbin aktif sebanyak 8 tablet dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat.

Menurut Ngabila, pemerintah perlu menghimbau luas seluruh masyarakat, RT, RW soal dampak berbahaya kecubung.

“Baik bunga, daun, batang, dan sebagainya, agar masyarakat tidak mencoba sama sekali untuk mengonsumsi atau mencampurnya menjadi obat-obatan,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait