FORUM KEADILAN – Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) periode 2011-2015 Reyna Usman didakwa turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengkondisian proyek pengadaan proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan nilai kontrak anggaran Rp20 miliar.
Reyna turut melakukannya bersama I Nyoman Darmanta yang saat itu berperan pembuat komitmen pengadaan Proteksi TKI Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia (KRN). Ketiga terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp17,6 miliar.
Reyna disinyalir merekayasa pemenang lelang proyek. Pada proses pengerjaan proyek tersebut, sejumlah item software maupun hardware tidak sesuai dengan spesifikasi. Proyek itu pun rupanya juga telah dilaksanakan, namun tidak sepenuhnya rampung.
Kenyataannya, belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia.
Dalam dakwaanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Reyna menyetujui pengajuan Karunia dalam pembuatan izin perusahaan untuk jasa pelatihan TKI.
“Reyna Usman diberikan fee sebesar Rp3 miliar dari Karunia. Namun, karena sampai awal tahun 2012 Karunia belum mendapatkan izin tersebut Reyna mengatakan bahwa akan ada pekerjaan pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI. Lalu, menawarkan kepada Karunia untuk mengerjakan pekerjaan tersebut,” kata JPU di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus), Kamis, 13/6/2024.
Kemudian, Karunia menyetujui dan membentuk tim tender PT AIM yang bertugas menyusun dokumen desain sistem dan spesifikasi teknis. Lalu, Nyoman memberikan dokumen berupa spesifikasi teknis, desain sistem, dan lampiran harga untuk setiap item pekerjaan.
“Tanpa melakukan kajian ulang, Nyoman menetapkan harga perkiraan sendiri senilai Rp19 miliar tanpa dikalkulasikan berdasarkan keahlian serta tidak berdasarkan data yang bisa dipertanggungjawabkan,” lanjut JPU.
Para terdakwa termasuk ke dalam tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Bahwa atas pembayaran pekerjaan proyek tersebut menguntungkan Karunia sebesar Rp17,6 miliar. Setelah dilakukan serah terima hasil pekerjaan ternyata sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI yang dibuat PT AIM tidak dapat digunakan,” tutup JPU KPK.*
Laporan Merinda Faradianti