Kelakar Hakim Konstitusi Arsul Sani ke KPU di Sidang Pileg

Hakim MK Arsul Sani sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7/5/2024. | YouTube Mahkamah Konstitusi
Hakim MK Arsul Sani sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7/5/2024. | YouTube Mahkamah Konstitusi

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024. Dalam sidang, Hakim MK Arsul Sani berkelakar kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin terkait Manchester United (MU) yang kalah melawan Crystal Palace.

Sidang yang kembali digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7/5/2024. Pada awalnya, Wakil Ketua MK Saldi Isra mempersilakan Arsul Sani untuk memimpin perkara 155-02-14-13/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.

Bacaan Lainnya

Kemudian, Arsul Sani mengambil alih dan meminta kepada Afif untuk semangat walaupun MU kalah dalam pertandingan semalam.

“Mohon izin Pak Afif, tetap semangat walaupun kurang tidur dan walaupun tadi malam MU kalah, 4-0 tanpa balas dari Crystal Palace,” tutur Hakim Arsul Sani.

Lalu, Arsul mengatakan jika perkara yang dimohonkan oleh Sumarjono adalah Derby PHPU. Arsul Sani menyebut dikarenakan permohonan itu adalah sengketa internal.

Perkara itu adalah PHPU sesama calon anggota DPRD Jawa Tengah dari Partai Demokrat di daerah pemilihan Kudus II. KPU menyatakan bahwa caleg atas nama Chaedar Ali Maroef sebagai caleg dengan perolehan suara tertinggi di internal Partai Demokrat di dapil tersebut dengan perolehan 4.302 suara.

Tetapi, Sumarjono mengajukan gugatan yang menurutnya, seharusnya dirinyalah yang menempati posisi teratas dengan perolehan 4.381 suara, selisih 92 suara dengan jumlah yang ditetapkan KPU.

“Perkara 155, ini sengketa internal, kalau sengketa internal kita sebut saja derby PHPU lah ya. Derby PHPU seperti MU dengan City, atau Inter Milan dan AC Milan,” ucapnya.

Kemudian, Arsul menegur kuasa hukum pemohon dan pihak terkait karena tertulis dengan nama yang sama yang seharusnya hal itu tersebut tidak terjadi.

“Ini yang jadi kuasa pemohon dan pihak terkait kok sama saja? Mungkin tidak kita permasalahkan dari konteks aturan MK ini, tapi dari sisi kode etik advokat saya kira karena itu sengketa interpreter adversarial PHPU ini, barang kali ke depan harus dipikirkan,” jelas Arsul.

“Kalau pun ada dalam satu tim hukum, ya dibagilah. Siapa yang mau jadi kuasa pemohon siapa yang mau jadi kuasa pihak terkait, tapi tidak kemudian kuasanya terlist sama saja dengan yang ada di permohonan dan keterangan pihak terkait,” pungkasnya.*

Pos terkait