Adanya Kedekatan Bikin Gen Z Pilih Prabowo-Gibran

FORUM KEADILAN – Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendominasi suara pemilih muda. Strategi kampanye gaya anak muda ampuh untuk menggaet suara.
Pemilu 2024 telah digelar. Di hari pencoblosan 14 Februari lalu, tempat pemungutan suara (TPS) dipenuhi antrean. Tak terkecuali TPS 213 di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Seluruh kursi yang disediakan penyelenggara, dipenuhi warga yang menunggu giliran untuk mencoblos.
Siapa yang dipilih, jadi topik perbincangan hangat di sana. Ada sekumpulan pemilih muda yang sepakat membanggakan pasangan idolanya, Prabowo-Gibran. Ada juga obrolan dua orang tua yang sepakat untuk tak memilih pasangan nomor urut 2.
Sebagaimana diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional untuk Pemilu 2024 sebesar 204.807.222 jiwa. Dari jumlah tersebut, 52 persennya merupakan pemilih muda. Rinciannya, 46.800.161 jiwa atau 22, 85 persennya pemilih dari generasi Z (Gen Z) dan 68.822.389 atau 33,6 persennya pemilih milenial.
Berdasarkan data DPT, terlihat bahwa Pemilu 2024 didominasi oleh pemilih muda. Artinya, suara mereka sangat menentukan siapa yang jadi pemenang kontestasi ini.
Berdasarkan hasil exit poll Litbang Kompas pada 14 Februari 2024, suara pemilih muda didominasi oleh pasangan Prabowo-Gibran. Dari 7.863 responden dipilih secara acak di 38 provinsi, sebanyak 65,9 persen suara Gen Z (<26 tahun) memilih pasangan nomor urut 2.
Jumlah tersebut sangat jauh dibanding dengan dua kandidat lainnya. Pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) mendapat 16,7 suara Gen Z, sedangkan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD hanya 9,6 persen. Sisanya, merahasiakan siapa yang dipilihnya.
Begitu juga pada rentang usia satu tingkat di atasnya. 59,6 persen pemilih yang berusia 26 sampai 33 tahun memilih Prabowo-Gibran. Sisanya, pasangan AMIN 20,2 persen, Ganjar-Mahfud 11,7 persen dan 8,5 persen rahasia.
Menjelaskan fenomena tersebut, Pakar psikologi sosial dari Universitas Indonesia (UI) Dicky C Pelupessy mengatakan bahwa strategi yang diterapkan Prabowo-Gibran berjalan sukses.
Dicky menyebut, ada faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih untuk pengambilan keputusan. Untuk Gen Z dan milenial, mereka cenderung mencari apa yang membuat mereka merasa dekat.
“Berbicara mengenai Gen Z dan milenial, kita bisa melihat dari kedekatan (proximity). Magnet Gen Z ini lebih ke faktor kedekatan. Karakteristik Gen Z begitu, mereka fokus pada here and now. Lalu, kemudian ke depannya mereka mendapatkan apa? Ini sudah terbaca dari polanya,” kata Dicky kepada Forum Keadilan, Jumat 16/2/2024.
Ia menilai, tingginya perolehan suara Prabowo-Gibran di penghitungan suara KPU dan beberapa lembaga survei merupakan bukti suksesnya strategi kampanye gaya anak muda.
Gibran digunakan sebagai sosok penghubung antara anak muda dengan politik. Prabowo juga mencoba memainkan gimmick untuk menarik perhatian Gen Z dan milenial melalui joget gemoy, sehingga, anak muda melihat sisi lain dari pasangan tersebut.
“Ada sosok Gibran, itu yang dieksploitasi oleh Gibran. Mulai dari gaya selama kampanye, debat, bahkan pakai lambang Naruto. Terus datang ke acara para gamers. Kemudian pelibatan publik figur, selebriti, itu yang menciptakan faktor kedekatan itu,” jelas Dicky.
Sementara untuk pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menurut Dicky kurang menaruh perhatian terhadap pemilih muda. Jadi, para pemilih muda tak melihat faktor kedekatan antara dirinya dengan Ganjar-Mahfud.
“Mereka enggak memilih Ganjar-Mahfud karena enggak ada faktor yang menguatkan kedekatan antara Gen Z dengan mereka. Ini kita belum bicara soal gagasan pemilu dan sebagainya. Mereka melihat pasangan nomor 3 itu kategorinya sama dengan Megawati, orang tua atau generasi yang sudah senior. Faktor kedekatan ini lebih kompleks,” jelasnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh dosen psikolog Universitas Khatolik Indonesia Atma Jaya Eunike Sri Tyas Suci. Ia menjelaskan, Gen Z mungkin pernah mengalami 1-2 kali Pemilu dan itu berada di era Joko Widodo (Jokowi). Dari situ, mereka berharap adanya keberlanjutan dengan memilih Prabowo-Gibran.
Pengaruh kelompok juga menjadi faktor kuat penentu generasi muda dalam mengambil keputusan. Eunike menjelaskan, dalam psikologi sosial sendiri ada istilah bystander effect, di mana seseorang enggan melakukan sesuatu, ketika mengetahui orang sekitarnya juga tidak melakukan hal itu.
“Dalam psikologi, perkembangan mereka terjadi pada masa pencarian identitas diri. Di mana identitas akan terbentuk saat mereka berada dalam kelompok. Artinya pengaruh rekan atau kelompok akan sangat kuat dalam pengambilan keputusan,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 16/2.
Tyas mencontohkan, saat melihat kecelakaan di jalan, individu akan melihat ada tidak orang di sekitarnya yang menolong. Kalau tidak ada, ia tidak menolong, lalu berasumsi rasionalisasi bahwa orang tersebut tidak butuh pertolongan. Hal yang sama juga berlaku dalam memilih presiden dan wakil presiden.
“Barangkali mereka tidak melihat adanya yang memilih Ganjar-Mahfud, sehingga tidak pilih. Untuk memecah bystander effect ini biasanya dibutuhkan satu orang untuk mendobrak dengan melakukan pertolongan,” ungkapnya.
Soal berpengaruh atau tidaknya isu-isu sentimen kepada Presiden Jokowi terhadap pemilih muda, kata Tyas, pemilih muda sepertinya tidak terlalu mempedulikan hal itu. Sentimen negatif itu mungkin hanya tertangkap oleh sekelompok kecil yang kritis dan melek informasi.
“Jumlah anak-anak Gen Z yang lebih kritis dan melek informasi mau secara mandiri mencari informasi tentang rekam jejak calon pemimpin, sangat sedikit. Indonesia terlalu lebar untuk digeneralisasikan sebagai Gen Z saja, karena Gen Z di DKI Jakarta pasti sangat berbeda dengan Gen Z di Papua,” ungkapnya.
Mata Pemilih Muda
Seperti apa yang diungkapkan oleh Dicky dan Tyas, beberapa Gen Z yang ditemui oleh Forum Keadilan mengatakan bahwa Gibran menjadi salah satu pertimbangan mereka dalam memilih pasangan nomor urut 2.
Menurut salah seorang Gen Z kelahiran tahun 1998, sosok Gibran yang jauh lebih muda dan Prabowo yang tegas menjadi alasannya dalam memilih.
“Prabowo tegas dan Gibran sebagai calon wakil presiden yang paling muda. Bagus saja begitu,” katanya, Sabtu 17/2.
Ia mengungkapkan, dirinya tidak terlalu peduli dengan rekam jejak Prabowo-Gibran. Hanya saja menurutnya, Prabowo-Gibran dapat merepresentasikan sikap bertanggung jawab, berpikir dengan tenang, dan inovatif.
Pemilih muda lainnya kelahiran 2003. Ia mengungkapkan bahwa, Gibran lah yang membuatnya tertarik memilih pasangan nomor urut 2.
“Prabowo lah, muda,” ungkapnya, Sabtu 17/2.
Tak disangka, ia juga menyinggung soal apa yang diungkapkan oleh aktivis sekaligus pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie bahwa Prabowo hanya akan menjabat selama dua tahun dan akan digantikan Gibran.
“Prabowo kan cuma 2 tahun, yang melanjutkan Gibran,” tutupnya.*
Laporan Merinda Faradianti