Malu-Malu PPATK Kala Ungkap Transaksi Janggal Dana Pemilu

FORUM KEADILAN – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) makin sering bercerita soal adanya transaksi janggal di Pemilu 2024. Namun, adanya aturan yang mengganjal suara mereka, sudah banyak membuat cerita serupa menguap begitu saja.
Temuan dana kampanye janggal bernilai triliunan yang diungkap PPATK beberapa waktu lalu, belum jelas penampakannya hingga saat ini. Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tengah menindaklanjuti kasus ini, tetapi sinyal kalau kasus ini bakal terungkap tak kunjung terlihat.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari saja sempat menyatakan kalau laporan yang dilontarkan PPATK itu kurang detail. Selain itu, dana janggal tersebut berada di luar rekening khusus dana kampanye (RKDK). Jadi kata Hasyim, KPU tak bisa mengurusnya, karena wewenang KPU hanya sebatas dana kampanye saja.
Belakangan, PPATK berkoar lagi. Di acara Refleksi Akhir Tahun 2023, PPATK mengaku menemukan adanya aliran dana sebesar Rp195 miliar dari luar negeri ke 21 bendahara parpol.
Jumlah transaksinya mencapai 9.164. Namun, mereka enggan menyebut parpol mana yang dimaksud.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana juga menyebut, ketika pihaknya menganalisis 100 Daftar Calon Tetap (DCT) atau calon legilatif (caleg), mereka menemukan adanya transaksi janggal dari luar negeri yang total nilai transaksi mencapai Rp51,47 triliun. Tetapi, tidak ada paparan soal DCT mana yang dituju.
Kemudian, Ivan juga membeberkan bahwa ada salah satu kasus proyek strategis nasional (PSN) yang 36,67 persen uang proyeknya masuk kantong Apartur Sipil Negara (ASN) dan politisi. Ia tak menyebutkan proyek mana. Hanya, kata dia, kasus tersebut sedang ditangani penegak hukum.
Terkait temuan PPATK, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya bakal menindaklanjuti. Pihaknya akan menelaah terlebih dahulu, apakah ada unsur tindak pidana korupsi sebagai predicate crime (tindak pidana asal) dalam temuan tersebut.
“Kita mencari predicate crime-nya. Kewenangan KPK hanya terkait dengan korupsi, itu mekanismenya,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat 12/1/2024.
Buka atau Tidak
Soal adanya dana janggal di pemilu, masing-masing kubu pemenangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) mendukung agar temuan PPATK tersebut diusut tuntas.
Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muahimin Iskandar (Timnas AMIN) menyatakan, partai-partai di koalisi-nya tidak termasuk ke dalam 21 parpol yang dimaksud PPATK. Jadi, silakan PPATK periksa semuanya.
“Kalau semuanya mau diperiksa ya silakan, karena itu justru untuk membuat terang. Dan itu artinya, kami sangat siap dan yakin bahwa kita bukan termasuk ke dalam 21 parpol itu,” ujar Juru Bicara (Jubir) Timnas AMIN, Luluk Nur Hamidah kepada Forum Keadilan, Jumat 12/1.
Politisi PKB yang menjabat sebagai anggota Komisi VI DPR RI ini menuturkan, jika PPATK sudah mengungkap data adanya aliran dana yang masuk ke pihak tertentu, sudah seharusnya mereka memperjelas situasinya. Supaya, temuan PPATK tak hanya menjadi sekedar dugaan atau semacam tindakan untuk membuat kegaduhan.
“Kita berharap segera di follow up. Diperjelas saja siapa yang dimaksud. Rakyat Indonesia punya hak untuk tahu, dan PPATK harus pro aktif lagi memastikan bahwa laporan yang disampaikan benar dan ditindaklanjuti,” sambungnya.
Jubir Timnas AMIN lainnya, M Ramli Rahim juga mengatakan hal yang sama. Kata dia, capres yang mereka usung pernah menekankan bahwa penegakan hukum harus tegas ke semua arah. Jadi, PPATK harus berani mengungkapkan aliran tersebut menuju ke parpol mana dan ada tujuan apa di balik pemberian dana tersebut.
“Dana-dana seperti itu pasti punya kepentingan di baliknya. Kalau sudah mancing, ya bongkar saja supaya publik tahu sebelum menentukan pilihannya nanti, jangan setengah-setengah. PPATK silakan menindak jika itu melanggar aturan,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 12/1.
Ia melanjutkan, jika PPATK tidak membuka data tersebut, maka dugaan hanya sebatas dugaan, tanpa ada kejelasan.
“Harusnya PPATK buka saja, karena itu menyangkut urusan negara dan urusan publik. Kalau ada aturan tidak boleh diungkap, ya diungkap seperlunya. Tetapi, kalau tidak ada, ya sudah ungkap saja,” tegasnya.
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD tampak sependapat. Mereka mendukung penuh pengungkapan kucuran dana kampanye asing yang disebut oleh PPATK.
“Mas Ganjar sering mengingatkan, apabila ada kekurangan, ya kita perbaiki. Bukan ditutup-tutupi,” kata Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Imam Priyono kepada Forum Keadilan, Jumat 12/1.
Kata Imam, pihaknya sadar bahwa PPATK secara kelembagaan memang punya keterbatasan dalam mempublikasikan data terkait temuannya. Namun pada prinsipnya, pihaknya mendorong semua parpol untuk akuntabel dalam pesta demokrasi.
Begitu pun Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid mengatakan pihaknya semakin senang kalau keuangan parpol semakin transparan.
Tetapi, Nusron juga menekankan bahwa PPATK hanya bisa melacak keluar masuknya uang. Jadi, belum bisa dipastikan tindak pidana atau bukan.
“Kita jangan menganggap bahwa segala sesuatu yang diumumkan oleh PPATK itu pasti ada tindak pidana. Belum tentu,” kata Nusron di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Kamis 11/1.
Meskipun didesak berbagai pihak untuk buka-bukaan soal temuannya, PPATK tetap bersikukuh. Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan, pihaknya tidak boleh secara terang-terangan menyampaikan data transaksi keuangan yang sudah dilaporkan.
Natsir menuturkan, data yang dimiliki PPATK bersifat intelijen dari bidang keuangan. Data tersebut bersifat rahasia dan hanya akan diberikan kepada penyidik terkait. Hal itu sebagaimana diatur UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Natsir juga tak terima kalau PPATK dicap sebagai lembaga yang tak berani mengungkap data janggal. Sebab, aturannya memang seperti itu.
“Bukan berani atau tidak berani, ini soal ketentuan undang-undang,” ucap Natsir kepada Forum Keadilan, Jumat 12/1.
Natsir menuturkan, sejauh ini PPATK juga sudah melaporkan temuan tersebut ke penegak hukum yang sesuai.
Ada lima kasus laporan terkait DCT peserta pemilu yang telah disampaikan PPATK ke Kepolisian. Kemudian sembilan kasus ke KPK, dan beberapa instansi lainnya. Selain itu, pelaporan PPATK yang paling banyak dikoordinasikan dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Yang mengungkap tergantung dari pada kasus yang sudah diserahkan oleh PPATK. Misalnya dari kasus yang ada ini, PPATK telah menyampaikan terkait laporan calon tetap peserta pemilu yang itu kepada Polri, KPK, Kementerian Agama, Kejaksaan, BNN (Badan Narkotika Nasional), dan Bawaslu. Para penerima laporan itu yang menindaklanjuti, karena mereka memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan. PPATK tidak memiliki kewenangan,” jelasnya.
Natsir mengaku, PPATK siap berkoordinasi dengan instansi hukum lainnya. Oleh karena itu, dirinya ingin para instansi hukum berkoordinasi dengan PPATK apabila butuh data untuk memperdalam kasus tersebut.
“Tinggal diminta ke PPATK oleh KPK apa yang mau diperdalam. Tidak ada persoalan, koordinasi kita selama ini cukup baik, tidak ada masalah,” imbuhnya.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga sependapat. Kata dia, PPATK memang tidak diperbolehkan membuka data temuan aliran dana tersebut kepada publik. Aturan menyebut, setiap data yang dimiliki PPATK bersifat rahasia dan tidak diperbolehkan untuk dibuka secara gamblang.
“Apalagi menyebut orang dan nilai jumlah. Itu tidak boleh, tugas PPATK memang hanya mengumpulkan dan menganalisis data. Kemudian menyerahkannya ke penegak hukum,” ucap Boyamin kepada Forum Keadilan, Sabtu 13/1.
Apabila PPATK membuka data, maka itu akan menjadi bumerang untuk mereka.
“PPATK membuka, akan kena pidana penjara. Dan ini sering dipakai, terutama oleh DPR untuk menyerang PPATK karena agak sedikit terbuka,” ungkapnya.
Boyamin bercerita, saat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membongkar dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun berdasarkan laporan PPATK, ada cecaran dari DPR yang bilang bahwa itu membuka kerahasiaan. Akhirnya, PPATK harus melakukan trik untuk melawan DPR, yang bertujuan untuk meredam.
Untuk itu Boyamin menilai, KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung harus ikut andil dalam melakukan penyidikan kasus temuan dana janggal ini. Namun, ia sendiri mengaku pesimis. Berdasarkan pengalamannya, kasus-kasus serupa justru menguap begitu saja.
“Berdasar pengalaman kasus-kasus tersebut akan menguap. Persoalan klasik dengan alasan kurang bukti,” tandasnya.* (Tim FORUM KEADILAN)