FORUM KEADILAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta keluarganya dituding melakukan praktik dinasti politik belakangan ini. Tudingan tersebut tidak hanya bersumber dari satu kalangan saja melainkan dari banyak pihak.
Tudingan praktik dinasti politik itu menggema seiring keluarga Jokowi, seperti anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka masuk dunia politik, dan menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 mendatang.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah turut berkomentar soal tudingan dinasti politik yang dialamatkan kepada keluarga Jokowi. Menurutnya, praktik tersebut tidak sehat bagi demokrasi di Indonesia karena mengesampingkan hak orang lain yang lebih berpotensi.
“Kalau bagi PKB sendiri, sebenarnya politik dinasti memang tentu tidak sehat kalau untuk demokrasi karena memang mengesampingkan kemungkinan hak-hak orang lain yang jauh lebih punya potensi,” kata Luluk kepada Forum Keadilan, Selasa 14/11/2023.
Anggota Komisi VI DPR RI ini juga mengatakan bahwa dinasti politik menjadi ancaman dan berbahaya ketika dilakukan oleh penguasa yang tengah menjabat. Baginya, mereka akan memobilisasi semua sumber daya untuk menopang atau mendukung bagi keluarganya yang mengikuti kontestasi politik.
“Tetapi ini kemudian menjadi masalah, menjadi ancaman kalau kekuasaan masih sedang berlangsung lalu kemudian ia membuat dinasti. Jadi masalah kalau dia masih punya kuasa penuh, sehingga dia akan menggerakkan dan memobilisasi semua sumber daya untuk menjadi penopang dan menjadi daya dukung bagi kekuasaan yang ia dukung,” tuturnya.
Dengan demikian, kata Luluk, rasa keadilan yang semestinya dijaga akan terusik. Pasalnya, praktik dinasti politik dikhawatirkan menimbulkan terjadinya abuse of power.
“Nah, ini berbahaya sehingga pasti akan ada rasa keadilan yang terusik, kemudian khawatirnya lagi ada abuse of power yang bisa dilakukan,” imbuhnya.
Namun, dia tidak mempersoalkan dinasti politik yang secara praktiknya dijalankan sesuai dengan prosedur dan dilakukan secara meritokrasi. Sekalipun pihak yang berjuang itu memiliki irisan dukungan dengan keluarganya yang tengah menjabat di pemerintahan.
“Ini bukan soal setuju atau tidak setuju sebenarnya, karena memang pada praktiknya dinasti yang itu melalui tahapan prosedur yang meritokrasi, kalau itu yang berlaku iya tidak ada soal,” terangnya.
Menurutnya, kesempatan dan hak orang lain untuk menjabat di kursi pemerintahan tidak lantas dibatasi atau bahkan dilarang karena memiliki hubungan keluarga dengan penguasa. Asalkan, memiliki kemampuan, pengalaman, dan dihasilkan dari perjuangan yang panjang, tidak secara instan.
“Misalkan begini, kalau ada seseorang yang memiliki kemampuan, kapasitas, pengalaman, track record sangat panjang dan kemudian dia berdarah-darah untuk bisa mencapai tahapan posisi tertentu, yang itu dia dapatkan dan kebetulan dia memiliki irisan dukungan misalnya dengan apakah itu orang tuanya, atau siapa yang kemudian bisa disebut dinasti, itu kan berbeda,” tuturnya.
Laporan M. Hafid