Mengendus Transaksi Janggal Dana Kampanye Bernilai Triliunan Rupiah

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana | Ist

FORUM KEADILAN – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencium adanya transaksi janggal terkait dana kampanye Pemilu 2024. Aliran uang bernilai triliunan rupiah, dicurigai sebagai upaya pencucian uang.

Temuan tersebut dibeberkan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Ivan menjelaskan, kecurigaan muncul karena rekening khusus dana kampanye (RKDK) tak bertambah maupun berkurang.

Bacaan Lainnya

“Yang bergerak ini justru di pihak-pihak lainnya,” Ivan di sela acara Diseminasi PPATK di Jakarta Barat, Kamis 14/12/2023.

Ivan menyebut, transaksi janggal dari pihak lain itu jumlahnya mencapai lebih dari 100 persen. Terkait temuan itu, pihaknya telah bersurat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kini, kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut tengah mendalaminya.

Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai, adanya transaksi janggal tersebut bisa saja berasal dari tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Kalau memang itu ilegal, berarti ada potensi dana dari pencucian uang. Jika sumbernya ilegal itu memiliki masalah hukum sendiri,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 15/12.

Hibnu melanjutkan, PPATK sebagai penggenggam wewenang transaksi keuangan harus bisa melacak dan menahan pendanaan tersebut. Sebab, jika dilakukan pembiaran akan berdampak di kemudian hari.

“Jadi, tidak sebatas menyampaikan, tapi PPATK harus menghentikan itu, menahan dulu dana itu. Harus dijelaskan dulu. PPATK bisa memblokir dan itu penting dilakukan. Jangan sampai nanti disalahkan oleh pelaksana pemilu,” lanjutnya.

Kata dia, pelaksanaan pemilu harus lebih baik dari setiap pergelarannya. Sehingga, dalam perkembangan pendanaan, sudah seharusnya transparan dan jelas. Terlebih pelaksaan pemilu menelan biaya yang besar.

“Saya kira dari segi hukum, khususnya Bawaslu, harus bisa merespon dan PPATK juga harus jelas sumber dari mana, sah atau tidak sah. Jangan sampai hanya menyampaikan ada transaksi janggal dalam jumlah besar,” tegasnya

Hibnu menegaskan, mungkin jumlah dana temuan itu memang fantastis. Tetapi, tidak masalah sepanjang sumber pendanaannya jelas.

Ia menuturkan, untuk menciptakan pemilu bersih memang tidak diperbolehkan melakukan transaksi di luar RKDK. Di sini fungsi PPATK diperlukan, agar bisa menyeleksi dana kampanye tersebut.

“Sebelum berkepanjangan, saya kira PPATK bisa memblokir. Antisipasinya seperti itu, karena akan berdampak nanti. PPATK sangat bisa melacak sumber itu semua. Lalu, Bawaslu juga harus proaktif, karena ini tugas dia mengkoordinasikan. Ketika mengetahui ada informasi dana yang berpotensi, Bawaslu harus turun tangan,” tuturnya.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Santoso, juga angkat bicara terkait hal ini. Ia meragukan adanya temuan tersebut.

“Saya kira, tidak mungkin ada pihak yang memberi uang kepada parpol (partai politik) tidak sesuai aturan yang berlaku,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat, 15/12.

Santoso menjabarkan, ada undang-undang yang membolehkan dan mengatur nilai sumbangan kampanye Pemilu. Baik dari sumber pribadi, ataupun dari korporasi.

Aturan dimaksud tertuang di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 326 dan 327 disebutkan ada dua sumber kategori sumbangan, yaitu berasal dari Badan Hukum Usaha dan Perseorangan.

Jika sumbangan dana kampanye pemilu berasal dari Badan Hukum Usaha, maka jumlahnya maksimal Rp25 miliar untuk satu kali menyumbang. Apa bila sumbangan dari perseorangan, jumlah sumbangan dibatasi maksimal Rp2,5 miliar.

Dari sana Santoso menilai, tidak akan ada parpol yang berani menerima sumbangan dari sumber ilegal. Sebab, sanksinya tegas bagi parpol yang melanggar, yaitu pembubaran.

Anggota Badan Legislasi DPR RI itu juga meminta PPATK agar mengecek kembali dugaan transaksi janggal tersebut.

“PPATK harus menelusuri dana yang terindikasi diberikan atau disumbang ke parpol itu. Apakah sesuai dengan undang-undang tentang parpol atau tidak,” pungkasnya.* (Tim FORUM KEADILAN)

Pos terkait