Oleh Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum dan Politik Mujahid 212
FORUM KEADILAN – Atas peristiwa debat panas tiga calon presiden (capres) kemarin malam, Selasa, 12/12/2023, di Jakarta, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan layaknya dua orang jaksa penuntut umum (JPU).
Lalu, Prabowo Subianto selaku terdakwa tanpa pembela, hanya mampu menyampaikan pembelaan diri sendiri. Namun, pembelaannya tampak kehilangan makna, seolah tidak mampu meruntuhkan dakwaan.
Pledoi Prabowo hanya disuarakan dengan lisan lirih dan kesal. Meski ia mengucapkan, “Pak Ganjar terlalu tendensius,” namun tanpa menggebrak gebrak meja seperti tahun 2019 saat berdebat dengan Joko Widodo (Jokowi).
Pertanyaan Ganjar kepada Prabowo cukup menukik tajam bak elang lapar menyambar mangsanya. Adapun pertanyaannya kira-kira:
1. Bagaimana Anda menyikapi soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait kasus penculikan yang mengakibatkan 13 orang hilang, namun tanpa jasad?
2. Dan bagaimana sikap Anda (Prabowo) menghadapi para orang tua para korban yang ziarahi makam daripada jasad anak-anak mereka ?
Lalu ibarat para juri atau para pemutus sebagai hakim, yakni para pemirsa live (offline) di lokasi, dan online di rumah masing-masing yang menyaksikan jalannya ‘acara persidangan’, bakal mayoritas menyimpulkan ‘Prabowo memang diduga kuat sebagai pelaku penculikan kepada para korbannya’ yang sebagiannya diyakini telah meninggal dunia ‘namun jasadnya’ tak dapat ditemukan.
Andaikan pada debat kedua nanti, jika materi pertanyaan itu kembali dilontarkan Ganjar atau Anies, maka mungkin terjadi lagi, Prabowo akan gebrak-gebrak meja podium, seperti apa yang pernah Prabowo lakukan pada ajang debat pada tahun 2019.
Namun kasus ‘penculikan’ yang disinggung oleh Ganjar, sebenarnya pada umumnya, publik sudah mengetahui dari berbagai sumber media berita, termasuk ramainya persidangan kasus penculikan yang melibatkan ‘kelompok mawar’, juga mendengar dan menonton langsung video YouTube yang viral, di seantero jagad raya, karena disampaikan langsung oleh seorang tokoh eks TNI AD. (Purn) Jenderal Agum Gumelar, yang isinya menyatakan sebuah informasi penting bahwa terhadap peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM.
Saat pra atau pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada tahun 1998-1999, terdapat informasi bahwa pelaku pelanggaran HAM berat, termasuk penculikan orang, mengakibatkan sejumlah korban yang hilang, beberapa di antaranya berhasil dibebaskan, seperti aktivis Andi Arief, yang kini menjadi politisi Partai Demokrat, dan Budiman Sudjatmiko, yang kini memiliki hubungan dekat dengan Prabowo, Pius L. Lanang dan beberapa orang lainnya, termasuk almarhum Desmond J Mahesa, juga termasuk dalam daftar mereka yang hilang dan hingga kini belum ditemukan jasadnya, adalah Prabowo Subianto.*