FORUM KEADILAN – Gibran Rakabuming Raka mengaku hanya ingin hadir di acara debat resmi yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sering absennya Gibran dalam acara debat di luar KPU, dipandang sebagai salah satu strategi politiknya.
Seperti diketahui, Gibran kerap absen dalam acara diskusi publik. Pada daftar kehadiran yang sebelumnya sempat beredar di media sosial, tercatat bahwa dari 19 diskusi terbuka, setidaknya ada delapan kali pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Gibran tidak hadir.
Delapan diantaranya yaitu, IdeaFest 2023, Indonesia Data and Economic Conference Katadata, Kuliah Umum Dialog Kebangsaan UNPAR, 11th US-Indonesia Investment Summit, Eksklusif Mata Najwa Pasca Deklarasi, Sarasehan UNM Makassar, KG Media Diskusi Capres UNAIR, dan Rembuk Ide Habibie Centre.
Sementara kedua pasangan lainya, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tercatat hanya sekali tidak hadir.
Belakangan, Gibran kembali tidak menghadiri acara debat di salah satu acara stasiun televisi. Terkait ketidakhadirannya itu, Gibran mengaku, dirinya hanya akan menghadiri debat resmi KPU.
“Saya datang yang debat resmi,” kata Gibran di Grand Sahid, Jakarta Pusat, Rabu 6/12/2023.
Terkait ketidakhadiran Gibran, Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Cheryl Anelia Tanzil mengatakan bahwa tidak diwajibkan undang-undang.
“Debat publik yang diadakan di stasiun televisi bukan keharusan undang-undang. Kita lebih fokus pada dialog-dialog dengan rakyat langsung,” ujarnya kepada Forum Keadilan, Jumat 8/12.
Cheryl juga mengatakan bahwa dirinya tidak setuju apabila Gibran disebut mangkir debat. Sebab, tidak ada kewajiban cawapres untuk menghadiri acara debat di luar KPU.
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad juga sependapat. Ia mengatakan, memang penyampaian visi misi yang disiarkan secara masif penting untuk menunjang kemenangan di Pilpres 2024. Namun, forum diskusi tersebut tidak diadakan secara resmi. Sehingga, tidak menjadi satu kewajiban bagi capres-cawapres untuk hadir.
“Undangan debat atau penyampaian visi dan misi yang disiarkan secara masif sangat penting sebagai sarana masyarakat melihat kapasitas dan pikiran para kandidat. Namun, juga perlu dipahami bahwa forum-forum tersebut belum resmi sifatnya, sehingga tidak ada kewajiban bagi kandidat untuk menghadirinya,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 8/12.
Menurutnya, hadir atau tidaknya Gibran di beberapa undangan debat publik sepenuhnya menjadi pilihannya. Meskipun Gibran kehilangan kesempatan untuk menunjukan kemampuan dan penguasaan isu, mungkin saja ia akan mengkompensasikan dengan kegiatan sosial lainnya.
“Ya, itu pilihan dia. Kalau dia anggap forum diskusi dan debat publik itu kontraproduktif, dia bisa mengkompensasinya dengan kegiatan sosialisasi dalam bentuk lain. Misalnya kunjungan langsung ke warga atau dialog di kampung-kampung yang intens walaupun dengan forum yang lebih kecil,” ujar Saidiman.
Ia juga menyebut, ketidakhadiran Gibran itu bisa jadi salah satu strategi politiknya.
“Mungkin ini soal strategi politik. Mungkin Gibran dan timnya melihat urgensi debat publik sekarang masih kecil. Sehingga mereka menganggap debat publik itu bukan prioritas di tengah masa kampanye yang terbatas. Kan akan ada debat resmi,” tuturnya.
Saidiman memandang, Gibran memang sosok yang dikenal kalem dan tak banyak bicara. Akan tetapi, suami Selvi Ananda itu dinilai cukup kompetitif dan percaya diri dengan gagasan yang dimilikinya.
“Sejauh ini saya melihat Gibran cukup percaya diri dengan gagasan yang ia punya. Memang gaya bicaranya berbeda dengan yang lain. Kita perlu menunggu dia di forum debat resmi yang dilaksanakan KPU,” tutupnya.* (Tim FORUM KEADILAN)